SURABAYA, iNews.id - Seorang mata-mata cantik, Margaretha Zelle punya kecintaan besar pada Indonesia. Perempuan kelahiran Belanda itu bahkan terpesona dengan Pulau Jawa, hingga suatu saat dia mengganti namanya menjadi Mata Hari.
Sayang perjalanan hidupnya berakhir tragis. Dia kehilangan anak dan berpisah dengan suaminya, lalu tewas di depan regu tembak hukuman mati Negara Perancis.
Jauh sebelum menjadi mata-mata, Mata Hari pernah tinggal cukup lama di Indonesia. Margaretta Zelle belum berganti nama Mata Hari ketika suaminya menerima surat perintah tugas ke Hindia Belanda dan dia dibawanya serta.
Rudolph MacLeod, suami Mata Hari merupakan tentara Kerajaan Belanda keturunan Skotlandia yang kembali ditugaskan ke Pulau Jawa. Rudolph menikahi Margaretha saat usianya sudah 38 tahun dan calon istri yang belum genap berumur 23 tahun.
Margaretha Zelle kelahiran 7 Agustus 1876, di Leeuwarden, Belanda. Dia satu-satunya anak perempuan dari empat bersaudara yang dilahirkan pasangan Adam Zelle dan Anje van der Muelen.
Selain tua Rudolph juga mengidap penyakit diabetes dan rematik. Kendati demikian dia dikenal sebagai tentara yang akrab menggauli minuman keras, pesta dan main perempuan.
Setahun lebih menikah, Rudolph dan Margaretha dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Norman John. Norman lahir 30 Januari 1897.
Terburu-burunya mereka menikah lebih tampak karena didorong hasrat yang menggebu-gebu ketimbang keinginan untuk memiliki anak,” demikian yang tertulis dalam buku “Siasat Jitu Intel Dunia”.
Margaretha gembira mendengar kabar penugasan suaminya. Dia menyambut kabar penugasan ke Pulau Jawa dengan penuh bahagia. Keluarga kecil ini pun dari Belanda kemudian pindah ke Ambarawa, Jawa Tengah.
"Di tempat barunya, Margaretha menemukan betapa mempesonanya Pulau Jawa. Dia menyukai hutan yang lebat dan penduduk Jawa yang ramah,". Margaretha yang berambut hitam, cepat menyesuaikan diri. Dia gemar mengenakan sarung layaknya perempuan pribumi, yang itu tidak dilakukan para istri tentara Belanda lainnya.
Kendati terlihat bahagia, rumah tangga Margaretha berjalan tanpa keharmonisan. Rudolph terlalu mencemburui istrinya. Dia tak tahan melihat pesona kecantikan Margaretha yang selalu mengundang perhatian lawan jenis. Di luar sepengetahuan Rudolph, seorang letnan muda jatuh hati kepada istrinya dan berusaha mengejar-ngejar.
Namun di sisi lain kebiasaan Rudolph menenggak alkohol dan bermain perempuan tidak juga berhenti. Bahkan ia terang-terangan mengambil perempuan pribumi sebagai gundiknya. "Saya harus mendapat izin memakai baju apa, karena dia (Rudolp) takut saya terlihat terlalu cantik,” kata Margaretha dalam sebuah surat
Dalam situasi yang jauh dari situasi harmonis, Margaretha kembali mengandung anak kedua. Bayi perempuan yang diberi nama Jeanne Louise itu lahir 2 Mei 1898. Bayi perempuan membuat kecewa Rudolph yang lebih mendamba anak laki-laki.
“(Bayi itu) sering dipanggil dengan nama Melayu, Non,” demikian yang tersebut dalam buku “Siasat Jitu Intel Dunia”.
Setahun kemudian karir Rudolph naik menjadi komandan Garnisun. Kali ini Kolonial Belanda menugaskannya ke Medan, Sumatera Utara. Dia awalnya berangkat sendiri dan kemudian Margeretha dan dua anaknya datang menyusul.
Di Medan, Margaretha dan anak-anaknya menempati rumah dinas yang bagus. Sebagai istri komandan, mau tidak mau ia kerap menggelar pesta yang mewah. Dalam buku “Eye of Down”, sejarawan Erika Otrovsky menulis: sejak saat itu Margaretha seperti ratu.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait