"Dia memakai baju dengan model palimg mutakhir yang diimpor dari Amsterdam, Belanda, sehingga tampak elegan dan menjadi panutan kecantikan," tulis Erika Ostrovsky.
"Dia melayani tamunya dengan bahasa asli mereka: bahasa Belanda, Jerman, Inggris, maupun Perancis. Tapi dia memberikan instruksi kepada semua pelayan dengan Bahasa Melayu," tuturnya.
Margaretha pandai bermain piano, serta anggun dalam berdansa. Rudolph merasa bangga dengan kiprah istrinya yang secara tak langsung mengangkat kelas sosialnya.
Namun rumah tangga yang mulai berjalan harmonis itu, kembali gaduh. Tanggal 27 Juni 1899, dengan didahului jeritan menyayat dari kamar, Margaretha mendapati kedua anaknya muntah-muntah.
Muntahan yang berwarna hitam. Nyawa Norman kecil tidak tertolong, namun si Non, adiknya masih selamat dan langsung dirawat di rumah sakit. Dokter menyatakan, kedua anak itu diracun, meskipun tidak pernah terbukti siapa yang melakukannya.
Rumor yang berkembang, pembantu mereka lah pelakunya. Sejak itu Margaretha dan Rudolph masing-masing tenggelam dalam depresi berkepanjangan. Margaretha menghabiskan waktu dalam diam dan nyaris tidak beraktifitas.
Sedangkan Rudolph menjadi peminum berat. Rudolph terus menyalahkan Margaretha sebagai penyebab kematian Norman kecilnya. "Penghisap darah. Norman mati karena kamu!,” katanya menghardik seperti yang tertulis dalam “Siasat Jitu Intel Dunia”.
Dalam situasi rumah tangga yang buruk, Rudolph kembali menerima tugas kembali ke Jawa. Di Jawa Rudolph terus menjalani kebiasaannya sebagai peminum. Sementara Margaretha mencari kenyamanan baru dengan banyak membaca ajaran Hindu.
Depresi yang berlebihan membuat Margaretha terserang tipus dan kerap mengalami halusinasi. Rudolph kemudian memutuskan kembali ke Eropa dengan membawa serta istri dan anaknya.
Di Eropa situasi rumah tangga mereka semakin buruk. Rudolph tidak hanya mabuk-mabukan, tapi juga memukuli Margaretha setiap kali naik pitam. Tidak tahan berada dalam situasi penuh tekanan, Margaretha memutuskan menggugat cerai.
Langkah yang kala itu masih menjadi aib (perempuan menggugat cerai suami) bagi masyarakat Eropa. Namun anehnya Pengadilan Amsterdam mengabulkan gugatan Margaretha.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait