Misteri 2 Makam Tua di Keraton Gunung Kawi Malang, Keturunan Mpu Sindok?
MALANG, iNews.id - Keberadaan dua makam di Keraton Gunung Kawi Malang masih menjadi misteri. Kedua makam tua itu disebut sebagai keturunan Mpu Sindok era Kerajaan Mataram kuno.
Dua makam itu yakni makam bertuliskan Toenggol Manik Djaja Ningrat dengan tahun di nisan 1115 dan Toenggol Wati, yang ada di kompleks Keraton Gunung Kawi, Desa Balesari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.
Sejarawan Malang Suwardono pun meluruskan narasi sejarah yang berkembang di Keraton Gunung Kawi Malang. Menurutnya, melihat batu nisan, makam itu merupakan bentuk makam islam. Apalagi, secara lokasi, makam itu menghadap utara selatan seperti halnya permakaman Islam lainnya.
"Secara arkeologi itu makam baru, namanya Keraton itu baru. Kalau makamnya memang lama (dibandingkan keratonnya), itu makam-makam orang Islam. Kalau makam kemudian dikulturkan, cara-cara penguburan dengan ada nisannya, ada arah hadapnya utara selatan itu jelas zaman-zaman Islam," kata Suwardono, Selasa (24/10/2023)
Secara jarak waktu kata Suwardono juga tak relevan. Pasalnya melihat konstruksi makam itu merupakan bangunan makam-makam era Islam atau sekitar abad 18 ke atas. Apalagi diperkuat dengan cerita bahwa itu merupakan makam keturunan Mpu Sindok yang berada dari Kerajaan Kediri.
"Jadi sebetulnya nggak ada hubungannya. Tapi sama masyarakat itu informasinya dari mulut ke mulut, cerita-cerita. Faktanya nggak menunjukkan itu, antara zaman Islam sama-sama Kediri saja beda jauh. Zaman Kediri saja dengan zaman Mpu Sindok juga beda jauh," katanya.
Bila berpedoman pada bentuk makam yang menyerupai makam Islam ini dia yakin bahwa makam itu ada sekitar tahun 180-an, atau ketika masa Pangeran Diponegoro. Di mana saat itu memang banyak orang-orang dari barat melalui wilayah Kadiri ke timur. Maka dia pun ragu bila makan itu memiliki hubungan dengan Mpu Sindok.
"Itu kan makamnya makam islam, nisannya juga, orang-orangnya di masa islam. Kalau memang seperti itu biasanya orang-orang yang sezaman hidupnya, dengan Eyang Jugo tahun 1800-an. Saat itu sudah banyak orang-orang barat yang melalui kadiri ke Timur, ketika masa-masa Perang Diponegoro itu. Sehingga di Malang itu banyak namanya punden sentono itu banyak," katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin