Kisah Sakit Hati Jenderal Benny Moerdani hingga Banting Baret Merah di Markas Kopassus
Pada 6 Januari 1965 atau delapan bulan sebelum peristiwa G30S PKI, Benny Moerdani menyerahkan jabatan komandan Batalyon I RPKAD kepada Chalimie Iman Santosa.
Iman Santosa merupakan rekan Benny sesama alumni P3AD Bandung dan sekaligus bekas anak buahnya dalam menumpas pemberontakan PRRI/Permesta.
Apa salah Benny Moerdani dikeluarkan dari RPKAD? Ternyata sanksi yang diterima Benny sehingga harus meninggalkan RPKAD terkait dengan protes kerasnya atas kebijakan baru di tubuh RPKAD.
Dia memprotes kebijakan komandan RPKAD Kolonel Moeng Parhadimoeljo yang membersihkan RPKAD dari anggota yang invalid atau cacat. Moeng berdalih kebijakan itu untuk menyehatkan RPKAD.
Korban dari kebijakan baru itu yakni Agus Hernoto, perwira operasi dalam Batalyon I RPKAD yang dipimpin Benny Moerdani. Agus Hernoto merupakan perwira berkaki satu setelah sebelah kakinya diamputasi akibat bertempur dalam operasi pembebasan Irian Barat (Papua).
Benny Moerdani tidak terima. Dia mempermasalahkan kebijakan baru yang dirumuskan sejumlah perwira staf dalam rapat di markas RPKAD di Cijantung akhir tahun 1964.
“Dia menegaskan bahwa dirinya tidak rela kalau Agus harus dikeluarkan dari RPKAD. Benny mengenang pengalamannya dengan Agus dan menyatakan pembelaannya”.
Entah siapa yang membocorkan. Kritik Benny Moerdani dalam rapat itu sampai ke telinga Ahmad Yani. Pada 4 Januari 1965 Benny dipanggil untuk menghadap ke Markas Besar Angkatan Darat (MBAD).
Editor: Ihya Ulumuddin