Kisah Ki Boncolono Kediri, Maling Sakti yang Ditakuti Kompeni Belanda
Apalagi saat Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung Poncolono beserta murid-muridnya menyatakan menjadi sekutu Ki Boncolono. Aksi penjarahan semakin menjadi-jadi. “Belanda pun marah dan memerintahkan antek-anteknya mengejar hidup atau mati," demikian cerita tutur yang beredar.
Boncolono harus ditangkap hidup atau mati. Begitu tekad antek-antek kumpeni Belanda. Namun meringkus Boncolono bukan perkara mudah. Boncolono dicintai rakyat. Saat terkepung, pencuri budiman tersebut selalu berhasil meloloskan diri. Konon, cukup mengandalkan seberkas cahaya, dia bisa menyusup ke dalam bangunan melalui lobang sekecil apa pun.
Begitu juga saat terkepung. Cukup merapatkan diri ke tembok, tiang, atau pohon di dekatnya, Boncolono akan lenyap dalam sekejap. Boncolono konon juga kebal senjata. Dia seperti tidak merasakan peluru-peluru yang memberondong tubuhnya. Kalau pun ambruk, ia akan hidup lagi, sehat seperti sedia kala.
"Dia bisa hidup lagi ketika tubuhnya menyentuh tanah," begitu yang tertulis dalam “Wali Berandal Tanah Jawa”.
Setiap kesaktian selalu ada pengapesannya. Ada masa nahasnya. Ada titik lemahnya. Kumpeni terus memutar otak menelusuri kelemahan Boncolono. Desas-desus yang mereka dengar, Boncolono menguasai ilmu pancasona atau rawa rontek. Sebuah ilmu kuno yang pemiliknya sulit menemui ajal. Setiap mati akan hidup kembali selama anggota tubuhnya menyentuh tanah.
Meski tubuhnya dicincang, pemilik ilmu rawa rontek akan bangkit kembali selama bagian badan yang terpotong bersentuhan satu sama lain. Kumpeni Belanda memutuskan menggunakan kekuatan uangnya. Sayembara digelar. Kepada siapa saja yang berhasil membekuk Boncolono hidup atau mati, kumpeni akan memberi imbalan besar.
Editor: Ihya Ulumuddin