Energi Matahari Jadikan Batik Makin Lestari
                
            
                Energi Matahari
Matahari sudah condong ke barat saat jarum menunjuk angka 14.30 WIB. Meski begitu, sinarnya masih panas membakar kulit. Cahayanya yang silau memaksa warga yang rumahnya menghadap ke barat membuka kere (tirai bambu), mengadang sinar matahari masuk ke dalam rumah.
Namun, di Rumah Batik Sekar Tanjung, Susiani (37) terlihat tenang-tenang saja. Pioner UMKM batik di Desa Tasikharjo itu membiarkan cahaya matahari masuk, menerangi ruang produksi. Untuk mengusir gerah, Susiani membuka pintu samping, agar semilir angin dari dahan pohon mangga bebas berembus ke dalam rumah.

Bagi ketua kelompok UMKM Batik Sekar Tanjung itu, sinar matahari menjadi berkah tersendiri. Sebab, sejak 2020 silam, panas matahari telah menjadi bagian penting dari produksi batik Sekar Tanjung. Itu setelah PT Pertamina memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Rumah Batik Sekar Tanjung yang dia kelola.
Panas matahari ditangkap oleh lempeng panel surya yang terpasang di atap untuk dikonversi menjadi listrik. Lewat inverter, energi matahari dipakai untuk menggerakkan 10 unit mesin jahit, lampu penerangan serta kompor listrik yang dipakai para pembatik memanaskan malam.
“Ada dua panel surya terpasang di atap. Di depan (kapasitas) 1.300 Watt, belakang 5.000 watt. Semua untuk keperluan UMKM,” kata Susiani.
Selain Batik Sekar Tanjung, PLTS juga dimanfaatkan untuk dua unit usaha lainnya, masing-masing kelompok jahit Sekar Tanjung dan Ethical Creative Tasikharjo, unit usaha yang mengolah potensi alam dan sumber daya lokal menjadi produk-produk kreatif dan ramah lingkungan.
Tiga unit usaha yang tergabung dalam program Ekonomi Kreatif Tasikharjo (Ekokraf Asik) itu berkembang pesat. Batik Sekar Tanjung misalnya, saat ini rerata omzetnya mencapai Rp35 juta per bulan dan bisa menyejahterakan seluruh anggota kelompoknya.
Fuel Terminal Manager Tuban Adriansyah menjelaskan, PLTS disiapkan untuk menunjang kelestarian lingkungan berkelanjutan di Desa Tasikharjo. Harapannya, ekonomi warga sekitar meningkat dan lingkungan sekitar tetap terjaga.
Ardiansyah menyebutkan, teknologi panel surya di rumah batik berkapasitas 6,54 kWp. Energi tersebut mampu menghasilkan listrik hingga 10.241 kWh per tahun. "Sangat menguntungkan karena bisa menghemat biaya listrik hingga Rp15 juta per tahun," katanya.
Selain produksi batik dan operasional mesin jahit, PLTS juga telah digunakan untuk Pengolahan Limbah Komunal di Rumah Batik Sekar Tanjung bernama ecolatico kepanjangan dari ekonomi-pengolahan air limbah batik komunal.
"Ini satu-satunya di tuban," katanya.
Kepala Desa Tasikharjo, Damuri mengakui hal itu. Dia juga mengaku senang karena keberadaan intaslasi limbah komunal tersebut bisa menjaga kemandirian akses air di desanya.
"Dengan instalasi ini, air limbah batik bisa digunakan kembali. Untuk menyiram tanaman atau kebutuhan mencuci lainnya," katanya.
Damuri bersyukur, keberadaan Pertamina di Desa Tasikharjo bisa memberi manfaat besar bagi warganya. Selain Rumah Batik Sekar Tanjung, Fuel Pertamina Tuban juga membantu pengembangan wisata Tanduri yang kini mulai ramai di kunjungi wisatawan.
"Alhamdulillah, bisa terbuka lapangan kerja baru. Warga bisa berjualan hingga membuka penginapan," katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin