Energi Matahari Jadikan Batik Makin Lestari
TUBAN, iNews.id - Rumah Batik Sekar Tanjung di Desa Tasikharjo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, sukses mendongkrak ekonomi warga sekitar. Sentuhan energi matahari menjadikan UMKM ini semakin berkembang, memberikan energi baru bagi masyarakat untuk terus maju.
Fatih (9) asyik bermain dengan teman barunya di Rumah Batik Sekar Tanjung, Dusun Awar-Awar, Desa Tasikharjo, Sabtu (4/11/2023). Bocah kelas dua Sekolah Dasar (SD) itu begitu riang ada teman sebayanya yang datang.
Maklum, sedari siang dia hanya bermain sendirian, menemani ibunya, Fatimah (45) menuntaskan setumpuk jahitan. “Buk, aku main dulu ya,” teriak Fatih disambut sang ibu dengan senyum dan anggukan.
Sepulang sekolah, Fatih selalu ikut ibunya bekerja di Rumah Batik Sekar Tanjung. Sebab di rumah sepi, ayanya bekerja di sawah sebagai petani.

Hampir setahun Fatimah bergabung dengan UMKM Batik Sekar Tanjung, binaan PT Pertamina Fuel Terminal Tuban. Sejak saat itu, dia selalu mengajak buah hatinya, Fatih, ke tempat kerja. Sebab, tak mungkin dia meninggalkan anaknya sendirian tanpa pengawasan.
"Kebetulan Fatih senang kalau diajak kerja. Lokasinya pinggir jalan. Bisa lihat mobil tanki Pertamina lewat ," katanya.
Saking senangnya, Fatih pernah menyampaikan keinginannya bisa berseragam Pertamina seperti para pekerja yang membawa truk-truk tanki itu. Truk tangki itu mengangkut BBM dari Fuel Terminal Tuban ke sejumlah SPBU di wilayah Kabupaten Tuban, Lamongan, Bojonegoro dan Kabupaten Rembang.
Fatimah pun tersenyum mendengar keinginan buah hatinya itu. Dia lantas membayangkan sang anak benar-benar menjadi karyawan Pertamina dan bisa mengangkat derajat dan ekonomi keluarga.
Itu sebabnya, Fatimah selalu bersemangat setiap kali berangkat ke Rumah Batik Sekar Tanjung. Begitu selesai mengurus rumah dan suami, dia bergegas mengayuh sepeda menuju rumah batik yang berjarak kurang lebih 1,5 kilometer dari rumahnya.
Dia berharap kerja kerasnya membatik dan menjahit bisa menjaga keseimbangan ekonomi keluarganya. Lebih dari itu, si buah hati bisa terus sekolah lebih tinggi dan sukses menggapai cita-citanya.
Fatimah juga ingin mengajarkan kepada si buah hati bahwa cita-cita mustahil diraih tanpa kerja keras. "Kata orang tua dulu, berbuat baik jangan ditunda. Sama seperti pekerjaan ini," tutur perempuan berkerudung itu.
Fatimah merasakan betul manfaat keberadaan Rumah Batik Sekar Tanjung itu. Paling tidak, separuh dari kebutuhan belanja harian bisa bisa ditutupi dari hasilnya menjahit atau mencanting.
"Kalau bisa mopok (megoleskan cairan lilin atau malam) selembar saja, bisa bawa pulang Rp30.000. Alhamdulillah, bisa untuk tambahan belanja,” katanya.
Fatimah tidak sendiri, ada 35 perempuan yang bergabung di Rumah Batik Sekar Tanjung Tasikharjo. Mereka semua ibu rumah tangga. Rata-rata penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
Selain karena butuh penghasilan tambahan, mereka juga tertarik bergabung karena bisa menambah keterampilan dan waktu luang di luar aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga.
“Daripada tiduran atau nonton TV, mending ke sini mas. Banyak teman. Biar enggak stres,” timpal Srikah (38) yang mulai sibuk mencanting.
Selain dapat penghasilan, Srikah senang karena tidak ada ikatan waktu bagi perempuan anggota Kelompok Batik Sekar Tanjung untuk bekerja. Mereka bisa datang kapan saja selagi longgar.
“Kalau ingin dapat uang ya datang. Tapi harus ada yang dikerjakan. Kalau datang hanya duduk-duduk ya enggak dibayar,” katanya lantas tertawa.

Lestarikan Budaya
Mendengar cerita ibu-ibu itu, Ketua Kelompok Batik Sekar Tanjung , Susiani tersenyum bahagia. Susiani teringat tahun 2017 silam, saat pertama kali merintis UMKM batik tersebut bersama Pertamina Fuel Terminal Tuban.
Jangankan tempat, membujuk ibu-ibu untuk bergabung saja sulitnya bukan main. Penyebabnya beragam. Beberapa di antaranya pesimistis UMKM tersebut bisa memberi manfaat bagi anggotanya.
Namun, Susiani tak patah arang, dia terus bergerak menyebarkan virus kebaikan kepada ibu-ibu warga sekitar, hingga terkumpul 10 orang. “Kami diundang ke balai desa, ditawari program CSR (Corporate Social Responsibility/tanggung jawab sosial perusahaan) oleh Pertamina,” katanya.
Susiani menceritakan, saat itu dia bersama ibu-ibu anggota sepakat memilih pelatihan batik. Alasannya, Kabupaten Tuban terkenal dengan batik. Sementara di Kecamatan Jenu, belum ada batik.
“Kami ingin desa kami punya ikon. Akhirnya, kami dilatih membatik sampai terbentuk kelompok Batik Sekar Tanjung,” katanya.
Nama tersebut kata Susiani berasal dari kembang yang banyak tumbuh di kawasan pantai Tanjung Awar-Awar. Nama itu pula yang pada akhirnya diabadikan dalam motif batik sekar tanjung dan kini telah memiliki Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dari Kemenkumham.
Selain sekar tanjung, motif khas yang dihasilkan dari rumah batik di Tasikharjo ini yakni batik panduri atau pandan berduri. Lalu, motif lintang sekar yang terinspirasi bintang laut. Kemudian motif tanjung karang, merujuk pada karang laut yang banyak terdapat di pantai.
Di luar itu, kelompok Batik Sekar Tanjung ingin melestarikan batik sebagai warisan budaya Indonesia. Sebagaimana yang tertulis pada situs resmi kemendikbud, bahwa batik mulai berkembang sejak zaman Mataram, lalu berlanjut hingga Kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Semula, batik identik dengan pakaian bangsawan karena hanya dipakai oleh keluarga kerajaan untuk acara-acara resmi. Namun, pada perkembangannya, batik digunakan secara umum hingga sekarang.
Di wilayah Tuban, batik juga sudah terkenal sejak dulu dengan produk asli bernama batik gedog. Konon, dinamakan batik gedog karena proses pembuatan kain batik dilakukan dengan cara dipintal dengan alat tenun tradisional yang kerap mengeluarkan bunyi ‘dog-dog’.
Dia luar itu, motif batik Tuban juga terkenal dengan bentuk-bentuk geometris yang khas. Ini karena jenis kain yang digunakan berupa kain tenun yang kasar. (https://id.wikipedia.org/wiki/Batik_Gedog).
Batik khas gedog Tuban inilah yang ingin dilestarikan oleh kelompok Batik Tanjung Sekar, terutama pada jenis gambar yang digunakan, seperti pohon randu, pohon kopi, kluwih dan ganggang. “Kalau untuk bahan kain mungkin sulit, tetapi untuk motif masih bisa,” katanya.
Ekonomi Meningkat
Susiani duduk santai di dekat tumpukan batik yang tertata rapi di ruang galeri. Sesekali dia memeriksa buku catatan penjualan yang dibiarkan terbuka di atas meja. Tak lama, guru taman kanak-kanak itu tersenyum melihat saldo tertulis angka Rp60 juta.
“Alhamdulillah,” katanya.
Sejak berdiri tahun 2017, omzet penjualan Batik Sekar Tanjung memang terus meningkat. Sebulan, rerata omzet batik buatan ibu-ibu berkisar antara Rp20 hingga Rp25 Juta.

Jumlah itu bahkan bisa naik tiga kali lipat saat masa penerimaan siswa baru. Sebab, banyak banyak sekolah di Kabupaten Tuban yang mempercayakan seragam batik di Batik Sekar Tanjung.
“Kalau pas ramai bisa sampai Rp60 juta sebulan, bahkan lebih. Alhamdulillah sudah dikenal, jadi banyak yang ke sini,” katanya.
Selain sekolah, instansi pemerintahan juga sering order kain batik di UMKM Sekar Tanjung. Biasanya, saat ada event ulang tahun Pemkab Tuban, beberapa dinas datang untuk memesan baju seragam.
Itu sebabnya, pada 2020 lalu, Batik Sekar Tanjung melengkapi fasilitas berupa mesin jahit. Sebab, sekolah maupun instansi biasanya membeli kain sekaligus meminta untuk dijahitkan.
Susiani mengatakan, omzet yang kini tercatat di Rumah Batik Sekar Tanjung boleh jadi belum begitu besar seperti UMKM yang sudah mapan lainnya. Namun, dia bersyukur karena UMKM yang dia kelola bersama ibu-ibu warga sekitar sudah banyak memberi manfaat kepada seluruh anggota.
Selain memberikan upah atas kerja mereka, Rumah Batik Sekar Tanjung sudah bisa menjadi penopang anggotanya saat membutuhkan dana tak terduga. Misalnya, saat ada yang sakit dan membutuhkan biaya untuk berobat atau saat butuh biaya untuk mendaftarkan sekolah anaknya.
“Jadi UMKM ini juga mengakomodasi anggota yang ngebon dulu,” katanya.
Besarnya manfaat UMKM inilah yang terus disampaikan kepada warga yang belum bergabung. Harapannya, mereka bisa ikut bersama-sama membesarkan UMKM Batik Sekar Tanjung, sehingga bisa memberi manfaat lebih besar lagi.
“Ibu-ibu harus selalu berkarya agar tidak hanya jadi pelengkap penderita di rumah. Mimpi saya, ibu-ibu bisa sejahtera,” katanya.
Energi Matahari
Matahari sudah condong ke barat saat jarum menunjuk angka 14.30 WIB. Meski begitu, sinarnya masih panas membakar kulit. Cahayanya yang silau memaksa warga yang rumahnya menghadap ke barat membuka kere (tirai bambu), mengadang sinar matahari masuk ke dalam rumah.
Namun, di Rumah Batik Sekar Tanjung, Susiani (37) terlihat tenang-tenang saja. Pioner UMKM batik di Desa Tasikharjo itu membiarkan cahaya matahari masuk, menerangi ruang produksi. Untuk mengusir gerah, Susiani membuka pintu samping, agar semilir angin dari dahan pohon mangga bebas berembus ke dalam rumah.

Bagi ketua kelompok UMKM Batik Sekar Tanjung itu, sinar matahari menjadi berkah tersendiri. Sebab, sejak 2020 silam, panas matahari telah menjadi bagian penting dari produksi batik Sekar Tanjung. Itu setelah PT Pertamina memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Rumah Batik Sekar Tanjung yang dia kelola.
Panas matahari ditangkap oleh lempeng panel surya yang terpasang di atap untuk dikonversi menjadi listrik. Lewat inverter, energi matahari dipakai untuk menggerakkan 10 unit mesin jahit, lampu penerangan serta kompor listrik yang dipakai para pembatik memanaskan malam.
“Ada dua panel surya terpasang di atap. Di depan (kapasitas) 1.300 Watt, belakang 5.000 watt. Semua untuk keperluan UMKM,” kata Susiani.
Selain Batik Sekar Tanjung, PLTS juga dimanfaatkan untuk dua unit usaha lainnya, masing-masing kelompok jahit Sekar Tanjung dan Ethical Creative Tasikharjo, unit usaha yang mengolah potensi alam dan sumber daya lokal menjadi produk-produk kreatif dan ramah lingkungan.
Tiga unit usaha yang tergabung dalam program Ekonomi Kreatif Tasikharjo (Ekokraf Asik) itu berkembang pesat. Batik Sekar Tanjung misalnya, saat ini rerata omzetnya mencapai Rp35 juta per bulan dan bisa menyejahterakan seluruh anggota kelompoknya.
Fuel Terminal Manager Tuban Adriansyah menjelaskan, PLTS disiapkan untuk menunjang kelestarian lingkungan berkelanjutan di Desa Tasikharjo. Harapannya, ekonomi warga sekitar meningkat dan lingkungan sekitar tetap terjaga.
Ardiansyah menyebutkan, teknologi panel surya di rumah batik berkapasitas 6,54 kWp. Energi tersebut mampu menghasilkan listrik hingga 10.241 kWh per tahun. "Sangat menguntungkan karena bisa menghemat biaya listrik hingga Rp15 juta per tahun," katanya.
Selain produksi batik dan operasional mesin jahit, PLTS juga telah digunakan untuk Pengolahan Limbah Komunal di Rumah Batik Sekar Tanjung bernama ecolatico kepanjangan dari ekonomi-pengolahan air limbah batik komunal.
"Ini satu-satunya di tuban," katanya.
Kepala Desa Tasikharjo, Damuri mengakui hal itu. Dia juga mengaku senang karena keberadaan intaslasi limbah komunal tersebut bisa menjaga kemandirian akses air di desanya.
"Dengan instalasi ini, air limbah batik bisa digunakan kembali. Untuk menyiram tanaman atau kebutuhan mencuci lainnya," katanya.
Damuri bersyukur, keberadaan Pertamina di Desa Tasikharjo bisa memberi manfaat besar bagi warganya. Selain Rumah Batik Sekar Tanjung, Fuel Pertamina Tuban juga membantu pengembangan wisata Tanduri yang kini mulai ramai di kunjungi wisatawan.
"Alhamdulillah, bisa terbuka lapangan kerja baru. Warga bisa berjualan hingga membuka penginapan," katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin