Dan karena dunia kere, gelandangan, tunawisma bagian dari empatinya, Hendra tidak ingin ada batasan bagi orang yang ingin melihat pameran lukisannya. "Setiap orang berhak menikmati lukisan saya," katanya.
Pascaperistiwa pameran lukisan di gedung KNI Yogyakarta itu, hubungan Hendra dengan Bung Karno terjalin persahabatan. Dia kerap diundang ke Istana Negara, termasuk membawa serta istri dan anaknya, Karmini dan Tresna Suryawan.
Pada tahun 1957 Hendra berencana menggelar pameran tunggal di Hotel Des Indes , Jakarta. Sebuah hotel legendaris yang pada tahun 2000 telah berubah menjadi bangunan hypermarket Carrefour.
Hendra menyiapkan lukisan cat minyak gubahan sketsa “Pengantin Revolusi” yang ia gores pertama kali pada tahun 1947 dan disempurnakan pada tahun 1955.
Lukisan tersebut menceritakan dua sejoli rakyat jelata yang melangsungkan perkawinan di tengah kancah perang. Peristiwa pernikahan bersejarah itu terjadi di Karawang, Jawa Barat.
Hendra ingin menunjukkan kepada masyarakat seperti apa lukisan tentang rakyat karya pimpinan Sanggar Pelukis Rakyat.
Melalui pelukis Dullah, ia mengabarkan rencana pameran tunggalnya kepada Bung Karno, dan langsung dijawab: “Saya akan datang ke pameranmu. Jangan lupa, lukisan-lukisan revolusi”.
Pameran tunggal berhasil digelar. Bung Karno membeli lukisan dua gadis sedang mengecat gentong. Bung Karno menilai aktifitas dua gadis tersebut adalah refleksi perjuangan kaum wanita yang bekerja di bidang yang mereka mampu.
Sementara lukisan “Pengantin Revolusi” tidak terjual. Hendra harus menggulungnya lagi, dan membawanya pulang ke Gang Pebaki. Lukisan “Pengantin Revolusi” masih kalah dengan karyanya yang lain, yakni “Panglima Sudirman Ditandu”.
Pada November 1996, masyarakat seni rupa digemparkan dengan aksi pencurian lukisan di kantor Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), komplek TIM (Taman Ismail Marzuki), Jalan Cikini Raya 73, Jakarta.
Yang dicuri adalah lukisan karya Hendra Gunawan yang berjudul “Aku dan Istriku Karmini di Lonceng Kedua”, yang dilukis tahun 1976. Lukisan cat minyak itu berukuran 147 x 94,5 cm.
Beruntung, aksi pencurian tersebut berhasil digagalkan karena petugas memergoki. Namun lukisan yang dibeli DKJ langsung dari tangan Hendra tersebut, mengalami kerusakan parah.
Pelukis Hendra Gunawan yang juga pendiri Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Yogyakarta, tutup usia pada tahun 1983 di Bali. Sebelum wafat, ia sempat menuturkan potongan puisi : “Ia mandi di antara bunga-bunga mekar, membasuh rambutnya di sungai semerbak”.
Kalimat yang ia kutip dari puisi karya Chu Yuan, penyair paska Khonghucu berjudul “Dewa yang Berumah di Atas Awan” itu dikatakan Hendra sebagai titik berangkat kehidupan dirinya selama dalam penjara tahanan politik.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait