Pada tahun 1950, pelukis Hendra pernah bertekad membuat patung Jenderal Sudirman. Batu kali seukuran manusia ia tatah dengan ketekunan yang mengesankan. Kesulitan muncul saat Hendra hendak membuat ukiran wajah Sudirman.
Pada waktu itu tidak banyak potret Sudirman beredar. Kalaupun ada, wajah Panglima Besar tersebut tidak pernah terpotret secara jelas. Namun pembuatan patung itu akhirnya rampung. Istri dan anak Jenderal Sudirman lantas dihadirkan, untuk menyaksikan langsung.
Apa yang terjadi?Mereka terkejut dan pingsan. Mereka menganggap patung Jenderal Sudirman memiliki presisi yang luar biasa, berjiwa, sehingga patung seukuran manusia itu begitu beraura.
"Bapak terasa hidup kembali," kata istri Jenderal Sudirman, Siti Alfiah seperti tertulis dalam “Surga Kemelut Pelukis Hendra, Dari Pengantin Revolusi Sampai Terali Besi”. Hingga milenium ketiga patung karya pelukis Hendra masih berdiri di depan gedung DPRD Yogyakarta.
Hendra merupakan dedengkot sanggar Pelukis Rakyat. Sejak berdiri di Yogyakarta, komunitas yang berisi para perupa itu juga belajar seni menatah batu. Bagi Hendra, setelah pembangunan Candi Prambanan pada abad ke-9, bangsa Indonesia tak lagi melanjutkan tradisi membuat patung tatah batu.
"Maka, kehadiran kehadiran patung-patung batu seniman Pelukis Rakyat bisa dinyatakan sebagai yang pertama setelah Candi Prambanan".
Nama Hendra sebagai perupa sekaligus pematung, moncer. Pada tahun 1951, Pemerintahan Soekarno mengutusnya sebagai delegasi Indonesia dalam acara Youth Festival di Berlin Timur, Jerman Timur. Hendra juga mendapat fasilitas untuk bermuhibah.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait