"Dua bulan mas kami tinggal di tenda pengungsian setelah erupsi. Setelah itu pindah ke kontrakan karena waktu itu anak saya masih bayi. Imbasnya, pengeluaran pun jadi bengkak," katanya.
Karenanya, begitu huntap Semeru tuntas dia semringah. Sebab, dia tidak lagi memikirkan uang sewa bulanan seperti di kontrakan, atau perasaan was-was seperti saat tinggal di Curahkobokan.
"Huntap ini masih dekat dengan Semeru. Tapi aman. Karena jauh dari aliran lahar Semeru. Nyaman kalau di sini," ujarnya.
Apalagi, seluruh fasilitas juga sudah tersedia, mulai meja dan kursi, kasur tempat tidur, hingga peralatan dapur dan makan. "Pokoknya tinggal masuk. Listrik, air, tempat tidur. Semua ada, termasuk piring dan cobek sambel," katanya.
Tak hanya itu bangunan rumah juga tertata rapi dan indah. Bagian bawah sudah terpasang keramik putih, lengkap dengan jendela kaca di bagian depan. Sementara di teras depan sudah tertanam rumput hijau dan pohon buah.
"Bagus sekali. Tahan gempa juga. Kemarin pas ada gempa di Malang, terasa sampai sini. Tapi rumahnya nggak papa," katanya.
Sebagaimana pernyataan Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto, huntap Semeru dibangun dengan konsep build back better dengan desain rumah tahan gempa. "Tujuannya, hunian tersebut benar-benar bisa memberi kenyamanan bagi warga terdampak Semeru, tanpa memunculkan trauma lagi," ujarnya.
Kehidupan Mulai Normal
Hampir satu tahun ditempati, kehidupan sosial di huntap Semeru, Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro juga berangsur normal. Ribuan kepala keluarga yang berasal dari tujuh desa mampu berbaur penuh rukun. Mereka yang semula tidak saling kenal bisa bersatu menjadi keluarga baru.
Saat senggang, mereka saling berkunjung atau sekadar ngobrol di warung kopi. Kadang kala mereka juga bertemu masjid dan menjalankan salat jemaah bersama-sama.
"Kenal sama tetangga ya baru di sini. Sebab, bukan dari desa yang sama. Saya dari Curahkobokan. Kalau samping rumah saya ini dari Kamar Kajang," kata salah seorang warga Nurul Huda.
Di luar itu, geliat ekonomi juga mulai terasa. Saat pagi hari misalnya, pedagang sayur keliling akan datang menjajakan aneka sayuran kepada para penghuni huntap.
Sementara di hampir semua blok, dari blok A hingga O, juga mulai berdiri warung kopi, toko kelontong, hingga warung bakso dan pangsit mi. "Semua ada di sini. Kari takon duite (tinggal tanya uangnya)," kata Nurul Huda lantas tertawa.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait