LUMAJANG, iNews.id - Ikhtiar pemerintah untuk memberikan tempat tinggal aman dan nyaman bagi warga terdampak erupsi Gunung Semeru lewat hunian tetap (huntap) akhirnya terwujud. Sebanyak 1.951 unit huntap telah kokoh berdiri, menjadi pijar semangat para korban erupsi Gunung Semeru memulai kehidupan baru.
Kabut tebal turun dari lereng Gunung Semeru, menyelimuti deretan huntap yang tertata rapi di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. Semburat matahari dari atap gazebo samping masjid huntap Semeru seketika sirna, berganti gelap yang tak begitu pekat.
Pukul 17.00 WIB, Zahra (10) masih asyik bermain bersama teman-teman sebayanya selepas mengaji. Hawa dingin yang menyusup di antara butiran kabut tak membuat mereka beringsut. Mereka tetap bersila di dalam gazebo, bercengkrama, mendengarkan salah seorang teman cerita, lalu tertawa bersama.
Berkumpul bersama selepas mengaji memang menjadi hiburan tak ternilai bagi anak-anak korban erupsi Gunung Semeru di huntap. Di tempat itu mereka mengumpulkan kepingan semangat, setelah tragedi yang merenggut nyawa orang tua, saudara, kerabat dan teman-teman tercinta.
Zahra salah satunya, bocah kelas 4 sekolah dasar (SD) itu terpaksa menjadi yatim setelah sang ayah, Satuhan (50), terkubur abu vulkanik Gunung Semeru bersama kakak tercinta Alfan (20). "Kakak sudah ketemu, meninggal dunia. Bapak yang belum," katanya berkaca-kaca.
Air mata bocah ini meleleh setiap kali mengingat peristiwa pilu 4 Desember 2021. Saat itu, langit di atas Dusun Kajar Kuning, tempatnya tinggal, mendadak gelap, lalu disusul terjangan awan panas guguran (APG) Gunung Semeru.
Zahra bersama ibu dan neneknya berhasil selamat setelah berlari dan ikut rombongan mobil pikap yang membawa para pengungsi ke tempat aman. Sementara ayah dan kakak tercintanya tertinggal.
Nasib keduanya tak diketahui, karena saat erupsi terjadi mereka tengah menambang pasir di aliran lahar Curahkobokan, titik terdekat dari aliran lahar dan sapu APG Semeru. "Waktu itu semua lari menyelamatkan diri. Saya dan emak cepat-cepat diajak relawan naik pikap. Gak sempat nunggu bapak dan kakak lagi," tuturnya.
Beberapa menit berselang, radio Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang melaporkan, enam desa terdekat Gunung Semeru gulap gulita karena abu. Perkampungan padat penduduk yang semula riuh itu berubah menjadi desa mati, tertutup abu panas setebal 3 meter.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sebanyak 51 orang meninggal dunia, 169 orang terluka dan 22 lainnya hilang. Sedangkan sebanyak 10.395 jiwa mengungsi.
Sebanyak 431 tempat pengungsian disiapkan pemerintah untuk para korban. Dari mulai sekolah, balai desa, masjid hingga tenda-tenda darurat. Di tempat inilah Zahra dan ribuan korban erupsi Gunung Semeru lainnya tinggal hingga berbulan-bulan. Sebab, desa-desa mereka tak bisa ditempati lagi.
1.951 Huntap Tuntas Empat Bulan
Membiarkan ribuan pengungsi erupsi Gunung Semeru di tempat pengungsian hingga berbulan-bulan tentu bukan solusi tepat. Sebab, persoalan baru pasti akan muncul, mulai dari kesehatan, pendidikan, kehidupan sosial hingga perekonomi mereka.
Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) bergerak cepat menyiapkan hunian tetap untuk para korban. Tepat pada tanggal 28 Januari, pembangunan tempat tinggal bagi korban erupsi Semeru itu dimulai oleh dua perusahaan pelat merah, salah satunya PT Hutama Karya (Persero).
Komitmen Hutama Karya untuk membangun proyek tanggap darurat pascabencana itu pun berjalan sesuai harapan. Hanya dalam waktu empat bulan, yakni akhir Mei 2022, hunian berukuran 6x6 meter di atas tanah 10x4 meter dengan total lahan 81,55 hektare (ha) itu tuntas dan bisa ditempati.
Atas proses cepat ini pula Museum Rekor Indonesia (MURI) bahkan mencatat huntap Semeru sebagai "pembangunan hunian tetap pasca bencana tercepat".
"Ini menjadi pencapaian terbaru, khususnya bagi Divisi Sipil Umum untuk memperkuat portofolio dan komitmen perusahaan atas konstruksi bangunan-bangunan tanggap darurat atau paska bencana," ujar Direktur Operasi I Hutama Karya Gunadi lewat siaran pers beberapa waktu lalu.
Gunadi juga menambahkan, selain hunian, Hutama Karya juga membangun fasilitas penunjang lainnya, di antaranya jalan lingkungan, sambungan air bersih untuk seluruh rumah, sanitasi, hingga pengolahan air limbah dan sampah terpadu. Tujuannya, huntap tersebut bisa menjadi tempat tinggal yang nyaman dan berkelanjutan bagi para korban.
Warga Lebih Tenang
Matahari belum terlalu terik saat Supiani (40) mengajak si bungsu, Naila (3) bermain di teras rumah blok E10-4 huntap Semeru. Ibu dua anak itu terlihat bahagia menemani Naila yang sedang bermain air di bawah keran air depan rumah.
Sejak menempati huntap tujuh bulan lalu, Supiani memang lebih banyak di rumah. Dia tidak pernah lagi pergi ke ladang seperti saat masih tinggal di Curahkobokan sebelum erupsi.
"Rumah dan ladang sudah tidak ada. Semua habis rata dengan tanah kena erupsi. Jadi tidak ada lagi yang dikerjakan," katanya.
Meski begitu, dia bersyukur atas apa yang didapat saat ini. Lebih-lebih seluruh keluarganya (suami, kedua orang tua dan dua buah hatinya) juga selamat. Tidak ada yang menjadi korban dalam tragedi memilukan itu.
Satu hal yang membuatnya menitikkan air mata, yakni kepedulian pemerintah menyiapkan hunian tetap untuk warga terdampak, termasuk dirinya. Sebab, begitu rumah di Curahkobokan diterjang APG Semeru, dia tidak punya apa-apa lagi.
"Dua bulan mas kami tinggal di tenda pengungsian setelah erupsi. Setelah itu pindah ke kontrakan karena waktu itu anak saya masih bayi. Imbasnya, pengeluaran pun jadi bengkak," katanya.
Karenanya, begitu huntap Semeru tuntas dia semringah. Sebab, dia tidak lagi memikirkan uang sewa bulanan seperti di kontrakan, atau perasaan was-was seperti saat tinggal di Curahkobokan.
"Huntap ini masih dekat dengan Semeru. Tapi aman. Karena jauh dari aliran lahar Semeru. Nyaman kalau di sini," ujarnya.
Apalagi, seluruh fasilitas juga sudah tersedia, mulai meja dan kursi, kasur tempat tidur, hingga peralatan dapur dan makan. "Pokoknya tinggal masuk. Listrik, air, tempat tidur. Semua ada, termasuk piring dan cobek sambel," katanya.
Tak hanya itu bangunan rumah juga tertata rapi dan indah. Bagian bawah sudah terpasang keramik putih, lengkap dengan jendela kaca di bagian depan. Sementara di teras depan sudah tertanam rumput hijau dan pohon buah.
"Bagus sekali. Tahan gempa juga. Kemarin pas ada gempa di Malang, terasa sampai sini. Tapi rumahnya nggak papa," katanya.
Sebagaimana pernyataan Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto, huntap Semeru dibangun dengan konsep build back better dengan desain rumah tahan gempa. "Tujuannya, hunian tersebut benar-benar bisa memberi kenyamanan bagi warga terdampak Semeru, tanpa memunculkan trauma lagi," ujarnya.
Kehidupan Mulai Normal
Hampir satu tahun ditempati, kehidupan sosial di huntap Semeru, Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro juga berangsur normal. Ribuan kepala keluarga yang berasal dari tujuh desa mampu berbaur penuh rukun. Mereka yang semula tidak saling kenal bisa bersatu menjadi keluarga baru.
Saat senggang, mereka saling berkunjung atau sekadar ngobrol di warung kopi. Kadang kala mereka juga bertemu masjid dan menjalankan salat jemaah bersama-sama.
"Kenal sama tetangga ya baru di sini. Sebab, bukan dari desa yang sama. Saya dari Curahkobokan. Kalau samping rumah saya ini dari Kamar Kajang," kata salah seorang warga Nurul Huda.
Di luar itu, geliat ekonomi juga mulai terasa. Saat pagi hari misalnya, pedagang sayur keliling akan datang menjajakan aneka sayuran kepada para penghuni huntap.
Sementara di hampir semua blok, dari blok A hingga O, juga mulai berdiri warung kopi, toko kelontong, hingga warung bakso dan pangsit mi. "Semua ada di sini. Kari takon duite (tinggal tanya uangnya)," kata Nurul Huda lantas tertawa.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait