Calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat menggunakan hak pilihnya. (istimewa)

"Kondisi ini menimbulkan banyak risiko faksionalitas dan uncoordinated. Hingga munculnya kasus video hancurkan Risma," kata pengajar di Universitas Dr Soetomo (Unitomo) ini.

Kelima, Eri menjadi sosok paling pembeda di antara empat kandidat yang ada. Eri usianya paling muda dan tampak  memahami dan menguasai tata kelola pemerintahan.  "Keenam, pada debat publik menunjukkan penguasaan data dan masalah pada Eri -Armudji jauh lebih komprehensif dibanding Machfud Arifin-Mujiaman. Kondisi ini memberi andil pada pergerakan swing voters, karena pemilih Surabaya relatif lebih rasional," katanya.

Ketujuh, pemilih rasional berusaha mencari sendiri informasi tentang para kandidat melalui berbagai sumber informasi. Sehingga pemilih ini memiliki preferensi yang mencukupi untuk menentukan pilihannya. 

Kedelapan, simbolisasi dan dukungan Nahdliyin. Pasangan Eri-Armuji mampu mengawinkan simbolisasi ideal Nasionalis-Religius dengan berhasilnya Eri Cahyadi menampilkan simbolisasi dirinya sebagai Nahdliyin. 

"Baik melalui ziarah ke berbagai makam, istighosah dan pengajian. Disamping itu, dukungan jejaring NU di level kota juga menjadi faktor yang tentu tidak bisa diabaikan begitu saja," katanya. 


Editor : Ihya Ulumuddin

Sebelumnya
Halaman :
1 2

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network