get app
inews
Aa Text
Read Next : 3 Jalur Alternatif Malang-Situbondo, Lengkap dengan Rute Aman dan Cepat Dilewati

Nasib Pilu Korban Tragedi Kanjuruhan, Kehilangan Kerjaan hingga Sang Ibu Berhenti Jualan

Sabtu, 12 November 2022 - 04:31:00 WIB
Nasib Pilu Korban Tragedi Kanjuruhan, Kehilangan Kerjaan hingga Sang Ibu Berhenti Jualan
Korban tragedi Kanjuruhan kehilangan pekerjaan (Avirista Midaada/MNC Portal)

MALANG, iNews.id - Nasib pilu dialami salah satu korban tragedi Kanjuruhan Malang. Dia harus kehilangan pekerjaannya akibat luka yang dideritanya.

Dian Puspita Putri Adriyanti (21), satu dari ribuan nama korban tragedi Kanjuruhan yang mengalami nasib nahas pasca menjadi korban luka berat tragedi Kanjuruhan.

Dian harus kehilangan pekerjaannya di salah satu pabrik di kawasan Karanglo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, tempat kerja Dian memutuskan memutus kontrak perempuan berusia 21 tahun karena luka patah kaki kanannya usaitragedi Kanjuruhan.

Setelah 43 hari kejadian mengenaskan itu, dia hanya bisa terkulai lemas di kursi roda yang menemaninya sehari-hari. Dia tak bisa lagi bekerja seperti biasanya. Aktivitas sehari-hari Dian dan ibunya Etik Karyati Ngesti pun berubah 180 derajat.

Memang pihak perusahaan tempat Dian bekerja sebelumnya menjanjikan anaknya bisa kembali bekerja setelah sembuh, tapi hal itu tak lantas membuat Etik lega.

"Sekarang nggak kerja," kata Etik saat  ditemui di rumahnya di Jalan Plaosan Timur Gang 7.

Sang ibu yang dulunya berjualan bubur ayam di depan rumah pun terpaksa menghentikan jualannya. Alasannya karena sang ibu ingin fokus merawat sang anak yang masih kerap kali mengeluh sakit di kakinya.

"Ya sudah nggak jualan lagi, selama anak sakit ini. Kalau suami kerja serabutan di luar kota. Makanya saya wira - wiri sendiri ya ke sana ke sini sendiri, yang penting anak saya sembuh," kata dia.

Kini satu-satunya pendapatan dan tumpuan hidup Etik hanyalah dari suaminya dan bantuan yang berdatangan. Apalagi sosok Dian Puspita sebenarnya juga merupakan tulang punggung keluarga, lantaran kedua adiknya juga masih duduk di bangku SMA dan SMP. Tentu kehilangan pekerjaan membuat perekonomian keluarga Etik sedikit tergoncang.

"Kalau bantuan sudah ada, kemarin pengobatan juga gratis, tapi sekarang nggak kerja sebenarnya dia tulang punggung keluarga juga, adik-adiknya masih sekolah  ini mau jualan juga nggak bisa, untuk keseharian masih bingung," katanya.

Etik menyebut anaknya masih menjalani rawat jalan dan kontrol di RSSA Malang, namun ia merasa kurang puas dengan pelayanan di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur ini.

Apalagi ingatan anaknya belum pulih, tetapi dokter tidak mendiagnosanya adanya cedera di kepala. Hal inilah yang membuat Etik punya sebersit keinginan untuk membawa Dian berobat ke rumah sakit swasta.

"Kemarin itu mau kontrol ribet disuruh ngurus minta surat kelurahan, suruh minta surat rujukan dari puskesmas, padahal seharusnya datanya sudah ada, rekam medisnya juga di sana (di RSSA Malang), pengen pindah yang langsung penanganan, katanya uangnya diganti sama Dinkes, tapi kita belum punya surat (dari Dinkes Kota Malang), makanya mau saya bawa ke luar mikir juga," katanya.

Perempuan berusia 40 tahun ini mengakui jika selama di RSSA Malang selama 17 hari mendapat pelayanan kurang memuaskan ketika pindah dari ruangan ICU ke ruang rawat inap biasa.

Bahkan ketika hendak dipulangkan dari ruangan rawat inap pada 18 Oktober 2022 ia menolaknya. Penolakan itu bukan tanpa alasan, sebab anaknya saat itu masih mengalami demam, kejang - kejang, dan nyeri. 

"Pindah ke ruangan biasa, sudah beda perawatannya, hanya ditangani perawat. Obatnya hanya dikasih Paracetamol, itu kan seharusnya untuk panas, nggak tahu cuma satu obat saja. Terus seharusnya tanggal 18 (Oktober) harusnya sudah pulang, tapi masih panas dan kejang, minta mundur akhirnya penanganannya langsung anjlok," katanya.

"Penanganannya buruk tidak ditangani dokter spesialis sampai keluar, hanya dijanjikan oleh perawat - perawat, tidak pernah dikunjungi setelah itu, ya akhirnya pulang tanggal 23 Oktober itu," lanjutnya.

Dia berharap kasus tragedi Kanjuruhan segera diusut tuntas. Penetapan enam tersangka disebut Etik Karyati sangat tidak puas, sebab ada banyak petugas keamanan yang turut menembakkan gas air mata ke tribun dari video - video yang beredar.

"Sangat tidak puas, yang dicari seharusnya aparat - aparat yang nembak itu semuanya. Saya nggak tahu apa-apa, yang penting anak saya sembuh, yang nembak seharusnya tetap dihukum," katanya.

Editor: Nur Ichsan Yuniarto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut