Mengenal Rumah Tjokroaminoto di Surabaya, Dapur Peracik Nasionalisme Soekarno
Hal tersebut terbukti ketika di awal abad 20-an, Kota Surabaya menjadi salah satu wilayah industri besar di nusantara. Kala itu kawasan industri terbesar di Surabaya berada di Jalan Dapuan dan Jalan Gatotan. Kemudian di tahun 1916, saat Sukarno datang kembali ke Kota Pahlawan, kawasan industri di Ngagel mulai dibangun.
Ketika Surabaya sudah terbentuk menjadi sebuah kota industri besar, secara tidak langsung membentuk sebuah komunitas sosial baru yakni golongan buruh. Golongan buruh pada saat itu adalah kelompok sosial yang lemah secara ekonomi, karena pendidikannya yang juga rendah.
“Ketika di Surabaya pertama kali ada sensus penduduk, tercatat warga Surabaya saat itu hanya 17 persen yang sekolah. Tentu, sebagian besar saat itu buruh yang bekerja di Surabaya adalah pekerja rendahan dan kasar. Meskipun buruh rendahan, hal itu justru mendapat perhatian Sukarno,” kata Purnawan.

Kenapa buruh rendahan itu menjadi perhatian Sukarno? Karena para buruh itu menjadi salah satu dasar pembentukan ideologi Marhaenisme, sebagai bentuk kepedulian Sukarno terhadap para buruh. Selain itu, ideologi Marhaenisme juga menjadi dasar Sukarno dalam merumuskan Pancasila.
Di tahun 1910, muncul gerakan protes di Kota Surabaya dari rakyat yang tinggal di lingkup tanah partikelir. Protes itu muncul lantaran rakyat yang tinggal di tanah partikelir tak terima jika harus tunduk terhadap tuan tanah.
“Karena perbuatan tuan tanah yang semena-mena dan menjadikan tanahnya itu untuk membangun kota dan perumahan, secara otomatis rakyat yang tinggal di tanah partikelir itu pun banyak yang tergusur,” kata Purnawan.
Editor: Reza Yunanto