Mengenal Rumah Tjokroaminoto di Surabaya, Dapur Peracik Nasionalisme Soekarno
Seiring dibangunnya tanah partikelir menjadi sebuah permukiman dan pertokoan, muncul salah satu tokoh pergerakan dari Ondomohen, yaitu Pak Siti alias Sadikin yang menggerakkan warga Surabaya kala itu untuk protes.
Saat itu Sadikin tidak sendiri. Dia bersama seorang temannya, Prawirodirdjo. Keduanya membela rakyat yang tinggal di tanah partikelir itu hingga tuntas di pengadilan kolonial (Landraad).
“Artinya, pada tahun 1916, Sukarno pasti mengetahui adanya gerakan dan protes besar-besaran yang dilakukan oleh rakyat Surabaya secara masif kala itu. Sayangnya, peristiwa ini tidak banyak yang tahu sebagai bentuk perjuangan masyarakat melawan pendudukan Belanda. Selama ini tahunya hanya gerakan 10 November 1945,” kata Purnawan.
Di periode yang sama, gerakan buruh yang bekerja di industri Surabaya menguat begitu masif. Bahkan mulai melakukan mogok massal dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan oleh pendatang asal Eropa/Belanda yang menduduki Kota Surabaya memandang sebelah mata orang pribumi.
Selain tindakan semena-mena warga Belanda, pemicu kedua pergerakan penduduk pribumi adalah HOS Tjokroaminoto. Saat Sukarno tiba di Surabaya, Tjokroaminoto tengah menjadi pusat perhatian pengikut Sarekat Islam (SI) di Kota Pahlawan bahkan di belahan nusantara lainnya.
Di mata Sukarno, sosok Tjokroaminoto adalah seorang yang dia idolakan dalam hidupnya. Seperti yang dikutip dalam buku Cindy Adam halaman 46,
“Pak Tjokro adalah Idolaku. Aku muridnya. Secara sadar atau tidak, ia menggemblengku. Aku duduk di dekat kakinya dan dia memberikan buku-bukunya kepadaku, dia memberikan miliknya yang berharga kepadaku,” kata Sukarno dalam buku Cindy Adams “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Editor: Reza Yunanto