Kisah Sulitnya Sunan Bonang Islamkan Rakyat Kediri
Percakapan antara Sunan Bonang dan Buta Locaya tersebut diabadikan dalam serat Darmagandhul yang ditulis tahun 1870. Buta Locaya menuntut Sunan Bonang mengembalikan semua seperti sedia kala. Jika tidak, dia mengancam akan mengutuk semua orang Jawa yang masuk Islam. Semua akan dicelakainya.
Mendengar itu , Sunan Bonang tertegun. Dengan meminta maaf, Sunan Bonang mengatakan, kutukannya tidak berlaku permanen. Dalam Babad Kadhiri, Sunan Bonang menyebut 500 tahun. Sedangkan Serat Darmagandhul menyebut kutukan berlaku 400 tahun.
“Kutukanku akan berlaku selama 400 tahun saja. Setelah itu Sungai Brantas akan pindah ke barat lagi, kembali ke alurnya semula”. Pertengkaran antara Sunan Bonang dengan Buta Locaya juga terjadi saat sebuah arca Totok Kerot dirusak.
Konon, Sunan Bonang sengaja memotong lengan sekaligus memukul bagian dahi arca hingga berlubang. Kepada Buta Locaya, Sunan Bonang beralasan agar tidak ada lagi orang Jawa di Kediri yang memuja arca. Tidak ada lagi yang menyembah, berdoa dan memberinya sesaji.
Buta Locaya marah, karena menurutnya arca Totok Kerot tersebut hasil pahatan Raja Jayabaya. Ia mengatakan orang Jawa sangat paham arca terbuat dari batu dan tidak lebih dari itu.
Pemujaan, termasuk memberi sesaji dan membakar dupa, bertujuan agar bangsa lelembut bersemayam di arca. Sehingga tidak ada yang bergentayangan ke mana-mana, tidak ada yang mengganggu kehidupan manusia.
“Kalau mereka punya rumah di arca- terutama kalau arca itu berada di tempat yang nyaman dan sepi di bawah pohon besar yang rindang-mereka senang. Mereka tidak perlu berbagi ruang dengan manusia,” demikian seperti dikutip dari Wali Berandal Tanah Jawa.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto