Kisah Soerjadi Soerjadarma, dari Navigator Belanda, Polisi Jepang hingga Jadi Panglima TNI Pertama dari AU

Perjalanannya tidak mulus menjadi penerbang. Karena diskriminasi yang dilakukan Belanda, setelah lulus pada Juli 1938, Soerjadarma tidak kunjung mendapat brevet penerbang yang seharusnya menjadi haknya usai menyelesaikan pendidikan.
Meskipun teman sekamarnya telah tiga kali mengajukan nama Soerjadarma untuk melakukan check ride, tetap ditolak. Selama itu, dia hanya diperbolehkan untuk mengikuti ujian sebagai navigator.
Soerjadarma kemudian mengikuti pendidikan di Sekolah Pengintai pada Juli 1938. Setahun kemudian, dia pun ditugaskan sebagai navigator Kesatuan Pembom (Vliegtuiggroep) Glenn Martin di Andir, Bandung.
Pada Januari 1941, dia dipercaya menjadi instruktur Sekolah Penerbang dan Pengintai di Kalijati. Bukan sebagai pilot, Soerjadarma bertugas sebagai waarnemer, yang memiliki fungsi sebagai navigator, observer, perwira pengeboman dan air liason.
Satu tahun setelah itu, dia ditempatkan di Kesatuan Pembom, 7 e Vliegtuig Afdeling, Reserve Afdeling Bommenwerners, yang dijalani hingga bala tentara Jepang mendarat di Indonesia pada 8 Maret 1942. Saat itu, dia turut berpartisipasi dalam operasi mengebom kapal Jepang.
Dia kemudian menjadi KSAP dan KSAU pertama yang ikut serta dalam operasi pengeboman sekitar 50 kapal Jepang. Dalam operasi ini, dia bergabung dalam pesawat ketiga yang bernomor registrasi M-588.
Editor: Maria Christina