Kisah Ramalan Sunan Giri Tentang Senopati Sutawijaya Besarkan Kerajaan Mataram
Saat dipimpin oleh Sutawijaya inilah Mataram mulai berkembang pesat. Kampung yang baru itu dalam waktu relatif singkat banyak didatangi orang. Mereka banyak yang berumah di kampung baru tersebut, sehingga Mataram yang awalnya hanya hutan.
Kemudian berkembang menjadi sebuah kota, karena perkembangan ini Senopati Sutawijaya sebagai pemimpin Mataram, memerintahkan rakyatnya untuk mencetak batu bata sebagai bahan membuat benteng. Benteng inilah yang hendak dijadikan perisai Kota Mataram.
Kesibukannya inilah yang membuat Senopati Sutawijaya selama satu tahun tak juga menghadap ke Pajang, sebagaimana yang dia janjikan di hadapan Sultan Hadiwijaya, pemimpin Kerajaan Pajang. Dia sengaja tidak menghadap ke Pajang karena memang tak ada niatan kendati selalu diingatkan oleh pamannya Ki Juru Martani.
Puncaknya saat Kerajaan Pajang mengadakan forum akbar bersama para pejabat, termasuk pimpinan daerah mulai pejabat istana, bupati, rangga, demang, dan pejabat lain hadir, hanya Senopati Sutawijaya dari Mataram yang tak tampak batang hidungnya. Kepada orang-orang yang hadir, Sultan Hadiwijaya menanyakan perihal Senopati Sutawijaya yang telah satu tahun lebih tidak pernah menghadap kepadanya. Bahkan Sultan Pajang ini menyebut bahwa Senopati Sutawijaya diduga tak mau menghadap karena mendengar ramalan dari Sunan Giri.
Dia pun mengutus dua orang pejabat istana Pajang yakni Ki Wuragil dan Ngabehi Wila Marta ke Mataram. Keduanya ditugasi untuk mengamati perkembangan Senopati. Keduanya berangkat ke Mataram, tetapi tak berhasil menemui Senopati Sutawijaya yang sedang berkunjung ke Lipura. Kedua utusan itu pun menyusulnya ke Lipura, dan menemukan Senopati Sutawijaya tengah berada di atas seekor kudanya.
Tetapi dia tampak acuh tak acuh, melihat dua utusan Pajang yang datang juga dengan menunggang kuda itu. Bahkan beberapa kali kedua utusan Pajang menegur Senopati Sutawijaya, ia tak bergeming sekalipun. Bahkan Senopati Sutawijaya masih terduduk di atas kuda tunggangannya, saat kedua utusan Pajang itu turun dari atas kuda dan menegur Senopati.
Editor: Nani Suherni