Beberapa jam, Misni dan sekitar 50 orang di dalam musala itu menunggu nasib. Sementara di luar musala, mereka melihat dengan jelas bagaimana lahar panas yang bercampur air hujan datang seperti air bah. Suara gemuruh membuat mereka bertambah takut. "Kami terus berdoa, baca al fatihah dan yang laki-laki mendengungkan adzan," ucapnya.
Semakin lama, lahar yang bercampur air hujan itu menelan sebagian bangunan rumah warga. Yang ia takutkan, muntahan lava di udara juga mulai berjatuhan ke atap musala.
Tentu saja, Misni dan orang-orang yang ada di dalam musala semakin ketakutan. "Takut atapnya ambruk. Saya juga menyaksikan banyak rumah warga yang atapnya sudah ambruk," ucapnya mengenang.
Perasaan yang sama juga dituturkan Susanti, yang juga masih kerabat dengan Misni. Saat itu, ia dan suaminya juga memilih berlindung di dalam musala tempat Misni dan keluarganya berlindung.
Sedikitnya, enam kepala keluarga yang masih kerabat, ikut berlindung di dalam bangunan seluas 7X7 meter itu. "Semua menjerit ketakutan dan menyebut nama Allah," kata Susanti.
Perempuan berumur 24 tahun ini juga sempat mengalami keputusaan lantaran melihat kondisi di luar musala yang sudah porak-poranda. Namun di balik itu, ia masih memiliki keyakinan akan selamat. "Karena menurut saya, musala adalah tempat yang paling aman," ucap Susanti.
Editor: Kastolani Marzuki