Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di SPI, Polda Jatim Periksa 16 Saksi dan Panggil Pemilik
SURABAYA, iNews.id - Polda Jawa Timur (Jatim) telah memeriksa 16 saksi terkait kasus dugaan pelecehan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu. Namun, polisi hingga kini belum menetapkan tersangka.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan, sejauh ini polisi masih membentuk konstruksi dalam penyidikan kasus ini. Penyidik mengumpulkan keterangan dari para saksi termasuk terduga korban dan pelaku.
"Jumlah saksi yang kami periksa sudah ada 16 orang. Kami masih mengumpulkan keterangan saksi supaya kuat," katanya, Selasa (22/6/2021).
Selain itu, polisi masih membuka saluran siaga alias hotline untuk korban yang ingin mengadu.
Polda Jatim telah memanggil pemilik sekolah SPI Kota Batu berinisial JE untuk diperiksa sebagai saksi terlapor. "Kami belum mendapat kepastian maupun konfirmasi apakah terlapor akan memenuhi panggilan. Rencananya terlapor dipanggil hari ini," ujarnya.
Sebelumnya pada Sabtu (29/5/2021), Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mendampingi tiga korban kasus dugaan asusila ke Polda Jatim. Ketiganya mengaku menjadi korban pelecehan seksual JE, pengurus sekolah SMA SPI di Batu Malang.
"Apa yang terjadi dalam kasus ini merupakan kejahatan luar biasa. Sebab, tak hanya sekali dia kali dilakukan. Terlapor juga melakukan kekerasan fisik dan verbal," katanya di Mapolda Jatim, Sabtu (29/5/2021).
Modus terlapor, kata Arist, dengan memberi pendidikan secara gratis. Para siswa dibina sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Namun, di balik itu semua, mereka mengalami kekerasan seksual.
“JE diduga melakukan kejahatan seksual pada puluhan anak-anak pada masa bersekolah. Korbannya antara kelas 1, 2, dan 3 sampai pada anak itu lulus dari sekolah masih mengalami kejahatan seksual dari pemilik sekolah itu," kata Arist.
JE dilaporkan dengan Pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Menurut Arist, laporannya ke Polda Jatim itu untuk menegakkan hukum terkait perlindungan anak dan fasilitas pendidikan.
“Korbannya saat ini ada 15 anak dan bisa jadi lebih dari angka itu,” ujar Arist.
Editor: Maria Christina