Hukum Kebiri Dalam Syariat Islam
Selain itu juga ada hadits Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahuanhu :
رَدَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّل ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لاَخْتَصَيْنَا
Rasulullah SAW melarang Usman bin Ma'dzhun untuk melakukan tabattul. Seandainya diizinkan pastilah kami melakukan kebiri (HR. Bukhari)
Ustman bin Mazdhun sendiri memang pernah meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk urusan pengebirian, lantaran di waktu perang tidak bisa menyalurkan hasrat seksual. Maka beliau pun minta izin seperti disebutkan dalam hadits berikut :
يَا رَسُول اللَّهِ إِنِّي رَجُلٌ تَشُقُّ عَلَيَّ هَذِهِ الْعُزُوبَةُ فِي الْمَغَازِي فَتَأْذَنُ لِي فِي الْخِصَاءِ فَأَخْتَصِي ؟ قَال : لاَ ، وَلَكِنْ عَلَيْكَ بِالصِّيَامِ
"Ya Rasulullah SAW, saya ini tidak mampu menahan gairah seksual di saat perang, apakah anda mengizinkan saya melakukan kebiri?". Rasulullah SAW menjawab,"Tidak boleh, tetapi lakukan puasa saja". (HR. At-Thabrani).
Pengurus Wilayah Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Jawa Timur juga telah memutuskan, hukuman kebiri kimia bagi pelaku pencabulan atau predator anak adalah haram.
Menurut Ketua LBM NU Jatim, KH Ahmad Asyhar Sofwan, dalam hukum Islam tidak dikenal hukuman kebiri. Karena itu, penerapan hukuman kebiri kimia dalam produk hukum di Indonesia kontra dengan hukum Islam.
Dia menjelaskan, hukum pidana kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak dapat dikategorikan sebagai takzir seperti dengan rajam atau cambuk.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum kebiri dalam Syariat Islam tidak dibenarkan.
Wallahu A'lam
Editor: Kastolani Marzuki