Dinasti Isyana di Jawa Timur, Penerus Mataram Kuno Lahirkan Raja-Raja Besar Jawa
SURABAYA, iNews.id - Dinasti Isyana di Jawa Timur menjadi tonggak berdirinya kerajaan-kerajaan besar di tanah Jawa. Dari dinasti Isyana, lahir raja-raja di Pulau Jawa yang terkenal, salah satunya Prabu Airlangga.
Berdasarkan catatan "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimayu, Dinasti Isyana pertama kali didirkan oleh Mpu Sindok. Dia merupakan menantu dari Dyah Wawa, raja terakhir Mataram Kuno di ibu kota Medang, Jawa Tengah.
Dyah Wawa naik takhta raja tak lepas dari peran Mpu Sindok yang membantunya dalam menggulingkan Dyah Tulodong. Saat Dyah Wawa menjabat sebagai raja sebagaimana dikutip dari buku "13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa" tulisan Sri Wintala Achmad, Mpu Sindok diberi jabatan Rakryan Mahapatih Hino.

Bahkan, karena dukungan penuh dan bantuan yang diberikan Mpu Sindok kepada Dyah Wawa, akhirnya Mpu Sindok dinikahkan dengan putri Dyah Wawa yang bernama Sri Wardhani Mpu Kebi. Saat itu keberuntungan mengayomi Mpu Sindok.
Pasalnya pada 928 M, Gunung Merapi meletus menghancurkan istana Medang dan membuat sang raja Dyah Wawa turut terkubur di dalamnya. Mpu Sindok pun menobatkan dirinya sebagai raja Mataram.
Tetapi dia memindahkan pusat pemerintahan Mataram di Tamlang berdasarkan Prasasti Turyan pada 929 M. Dengan kata lain, kerajaan di Tamlang itu merupakan pengganti Mataram Kuno di Jawa Tengah.
Saat menjadi penerus Mataram di Tamlang, Mpu Sindok bergelar Sri Maharaja Rakai Hiro Sri Isana Wikramatunggadewa pada 928-947 M. Gelar inilah yang kemudikan dijadikan nama dinasti yang dia pimpin, yakni Dinasti Isyana.
Dari hasil pernikahannya dengan Sri Wardhani Mpu Kebi, Mpu Sindok mempunyai putri bernama Sri Isanatunggawijaya, yang kemudian dinikahkan dengan pangeran Bali bernama Sri Lokapala.
Pernikahan tersebut kemudian melahirkan Makutawangsawardhana yang kemudian memiliki putri bernama Mahendradatta, yang tak lain ibu Airlangga. Sementara ayah Airlangga yakni Udayana Warmadewa yang merupakan raja Bali.
Pada beberapa prasasti disebut Mahendradatta atau Gunapriya Dhamapatni disebut lebih dahulu sebelum suaminya. Hal ini mengesankan bahwa kedudukan Mahendradatta lebih tinggi daripada Udayana.

Bisa jadi saat itu Bali merupakan negara bawahan Jawa. Penaklukan Bali diperkirakan terjadi semasa pemerintahan Dyah Balitung sekitar tahun 890-900 M.
Saat memerintah sebagai Raja Mataram inilah Mpu Sindok terkenal sebagai raja yang adil dan bijaksana. Dia selalu berusaha untuk memakmurkan kehidupan seluruh rakyatnya.
Mpu Sindok menjadi penganut agama Hindu yang taat, tapi ia sangat menjaga toleransi terhadap umat agama lain. Sebagai bukti, Mpu Sindok memberikan penghargaan Desa Wanjang sebagai sima swantantra kepada seorang pujangga bernama Sri Sambhara Suryawarana yang menulis kitab Buddha aliran Tantrayana, bertajuk Sang Hyang Kamahayanikan.
Alhasil dari Mpu Sindok ini pula lahir dinasti baru raja-raja Jawa yang dinamakan Dinasti Isana. Dimulai dari Sri Isanatunggawijaya yang merupakan istri raja Bali Sri Lokapala, berlanjut ke Sri
Makutawangsawardhana, Dharmawangsa Teguh, Mahendradatta istri Udayana Warmadewa, hingga Airlangga atau yang bergelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Pemerintahan Pertama Dinasti Isyana

Dinasti Isyana di Jawa Timur merupakan kelanjutan dari Dinas Sanjaya Mataram Kuno. Raja pertama Dinasti Isyana yakni Mpu Sindok sendiri yang sekaligus menjadi pendiri.
Mpu Sindo memegang pemerintahan dari tahun 929-947 dengan pusat pemerintahan di Watugaluh. Selama memimpin, Mpu Sindok sukses menyejahterakan rakyatnya. Selain itu dia juga sukses membangun infrastruktur di bidang pertanian dengan membangun bendungan-bendungan dan irigasi sawah.
Proyek pengairan itu pula yang menjadikan pertanian layat Watugaluh saat itu makmur. Mereka bisa mendapatkan hasil panen bagus dan perekonomian meningkat.
Menurut catatan, Mpu Sindok juga terkenal dermawan dan bijaksana. Dia kerap memberikan hadiah tanah untuk pemeliharaan bangunan-bangunan suci. Selain dia pernah memberikan hadiah kepada tokog agama penulis kitab Budha. Padahal, dia sendiri merupakan penganut Hindu yang taat.
Mpu Sindok pada akhirnya mangkat atau meninggal pada 947 M. Arwahnya lantas dicandikan di Isanabajra atau Isanabhawana. Selanjutnya raja Medang diemban putri Mpi Sindok, Sri Isanatunggawijaya yang menikah dengan Sri Lokapala dari Bali.
Tampuk kekuasaan itu kemudian berlanjut turun temurun kepada anak Isanatunggawijaya yakni Nakutawangsawardana. Lalu digantikan Dharmawangsa (990-1016 M).
Di masa itu, Dharmawangsa menyerang kerajaan Sriwijaya dibagian selatan (selat sunda) untuk menguasai perdagangan dan pertanian. Saat itu, Sriwijaya kalah, namun pada akhirnya balik membalas dan sukses.
Pada serangan itu, menantu Dharmawangsa, Airlangga, berhasil lolos bersama para prajurit dan pendeta. Di tangan para pendeta inilah Airlangga menjadi pribadi yang baik hingga akhirnya menjadi raja pada tahun 1019 bergelar Sri Maharaja Rake Halu Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantakwikramatunggadewa.
Raja Airlangga pun menjadi raja terbesar di Dinasti Isyana. Dia sukses menyatukan kembali daerah-daerah yang sempat lepas saat pemerintahan Dharmawangsa.
Tak lama setelah itu, pada tahun 1042 Airlangga meletakkan jabatan untuk menjadi pertapa. Sebagai gantinya, dia menunjuk putrinys Sri Sanggramawijaya, namun ditolak, karena juga memilih menjadi petapa.
Akhirnya, kerajaan dibagi menjadi dua yakni Jenggala dengan ibu kota Kahuripan dan Panjalu yang dikenal dengan nama Kediri. Jenggala diperintah oleh Garasakan dan Kediri oleh Samarawijaya.
Editor: Ihya Ulumuddin