Digelar Sederhana, Ritual Jamasan Gong Kiai Pradah di Blitar Tak Dihadiri Bupati

Pertempuran antara Mataram dan Pajang berlangsung di wilayah Prambanan. Gema canang Kiai Bicak yang bertalu-talu, ditambah kobaran api yang berasal dari tumpukan kayu yang sengaja dibakar, serta Gunung Merapi yang kebetulan erupsi, membuat nyali prajurit Pajang ciut.
Raja Pajang Hadiwijaya atau Jaka Tingkir sontak menarik mundur pasukan. Dalam sejarahnya, Pangeran Prabu yang kemudian mewarisi pusaka gong Kiai Pradah. Pangeran Prabu merupakan adik tiri Pakubuwono I. Saat menjalani hukuman pengasingan di hutan Lodoyo Blitar, Pangeran Prabu membawa serta gong Kiai Pradah.
Pangeran Prabu dihukum buang karena ketahuan hendak mencelakai Pakubuwono I yang dinobatkan sebagai Raja Mataram. Setiap Pangeran Prabu memukul gong Kiai Pradah, konon harimau Lodoyo yang saat itu masih berupa hutan belantara, pada berdatangan.
Di setiap bulan 1 Muharram atau Suro dan 12 Rabiul Awal atau Maulid Nabi, Pangeran Prabu selalu menggelar ritual jamasan gong Kiai Pradah. Pusaka dicuci dengan air kembang tujuh rupa. Tradisi itu berlangsung terus sampai kini. Di setiap acara jamasan Bupati Blitar selaku kepala daerah selalu hadir.
Editor: Ihya Ulumuddin