Cerita Sunan Ampel Taklukkan Pertapa yang Berlatih Jalan di Atas Air

BLITAR, iNews.id - Raden Rahmat atau Sunan Ampel merupakan salah satu Wali Songo yang terkenal memiliki banyak karomah menakjubkan. Berbagai kisah karomah mengiringi Sunan Ampel selama berdakwah menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Ketika itu Sunan Ampel sedang hendak berdakwah dan bertemu laki-laki paruh baya di pinggir sungai. Dia melihat laki-laki itu berusaha keras menyeberangi sungai dengan cara yang tak lazim.
Laki-laki itu berlari kencang ke arah sungai. "Lalu, sampai di tengah sungai, orang itu tercebur dan akhirnya berenang kembali ke pinggir sungai," kata Rohimudin Nawawi Al Bantani dalam “Kisah Ajaib Wali Songo”.
Sunan Ampel heran. Apalagi, dia menyaksikan laki-laki berusia paruh baya itu melakukannya berulang-ulang. Laki-laki yang tubuhnya basah kuyup itu lantas dihampirinya. "Maaf Kisanak, saya agak heran dengan yang kisanak lakukan," tutur Sunan Ampel.
"Apa maksud dan tujuan Kisanak berlari ke tengah sungai, lalu terjatuh dan kembali ke tepi, dan mengulanginya lagi?,” ujarnya. Laki-laki itu ternyata seorang pertapa. Dengan nada kurang suka, dia menjawab pertanyaan Sunan Ampel yang terheran-heran.
"Kisanak siapa?Saya melakukan ini, karena saya ingin merapalkan ilmu meringankan tubuh saya, sehingga saya bisa berjalan di atas air dan menyeberangi sungai ini," ujar si pertapa.
Sunan Ampel menanggapi dengan ramah. Dia memperkenalkan diri sebagai seorang pengembara yang kebetulan melintas. "Sudah berapa lama Kisanak melakukan ini?," tanya Sunan Ampel kembali.
Pertapa itu mengaku sudah melakukan latihan selama dua belas tahun dan belum berhasil. Jawaban itu membuat Sunan Ampel kaget. Dua belas tahun bukan waktu yang singkat. "Lalu, kenapa Kisanak masih mencoba lagi hal yang tidak mungkin ini?,” tanya Sunan Ampel penasaran.
Pertapa itu merasa terganggu. Dia terusik dengan pertanyaan-pertanyaan Sunan Ampel. "Itu bukan urusanmu pak tua!," katanya dengan jengkel.
Pertapa itu mengatakan dulu, dirinya sama sekali tidak bisa berjalan di atas air. Setelah keras berlatih selama dua belas tahun, dia bisa menyeberangi sungai separuhnya.
"Jadi siapa bilang latihan saya ini tidak berguna," katanya lagi. Lagi-lagi Sunan Ampel tidak menanggapi kejengkelan itu dengan sikap senada. Dia tetap memperlihatkan sikap keramahan.
"Kalau begitu , berarti Kisanak masih memerlukan dua belas tahun lagi untuk sampai ke seberang sungai sana?,” kata Sunan Ampel. Mendengar pertanyaan itu, telinga pertapa baruh baya itu seketika memerah. Dengan suara tinggi dia meminta Sunan Ampel tidak mencampuri urusannya.
Bahkan dia mengusir Sunan Ampel dari pinggir sungai. "Pergi sana kau orang tua, dan jangan pernah menganggu saya lagi. Urus saja urusan Kisanak sendiri. Saya akan melanjutkan latihan ilmu meringankan tubuh saya," kata si pertapa dengan membentak.
Sunan Ampel pun beranjak dan pamit pergi melanjutkan perjalanan. Mata pertapa itu sontak terbelalak. Dia melihat Sunan Ampel dengan santainya berjalan di atas air menyebrangi sungai. Dia seketika merenangi sungai, berusaha mengejar. Sesampai di pinggir sungai, pertapa itu langsung bersujud mencium kaki Sunan Ampel.
"Duhai Kisanak yang sakti, maafkan saya yang telah meremehkan Kisanak," kata pertapa menyesali sikapnya. Dengan meratap, pertapa itu meminta Sunan Ampel mengajari. Sunan Ampel tersenyum dan meminta pertapa itu bangkit dari sujudnya.
Sunan Ampel mengatakan dirinya hanya hamba Allah dan karomah yang disaksikan pertapa itu datangnya dari Allah. Tanpa kehendak Allah, Sunan Ampel mengatakan tidak mungkin bisa menyeberangi sungai dengan berjalan di atas permukaan air.
"Saya tidak memiliki kekuatan apa-apa," kata Sunan Ampel. Pertapa itu kembali mengakui kesalahannya. Dia mengakui telah membuang waktu sia-sia (12 tahun) seperti yang disampaikan Sunan Ampel. Pertapa itu juga penasaran, siapa yang dimaksud Sunan Ampel dengan Allah Swt.
Sunan Ampel menjelaskan bahwa Allah itu maha besar sekaligus Tuhan segala alam. Tanpa izinnya, dia tidak akan mampu berjalan di atas permukaan air. Dengan tersenyum, Sunan Ampel mengatakan dirinya tidak perlu merapal mantera. Juga tidak perlu berlatih dua belas tahun untuk bisa berjalan di atas air.
Dia hanya perlu waktu beberapa saat untuk membuat rakit bambu. Dan dengan rakit bambu itu ia bisa menyeberangi sungai tanpa khawatir tenggelam. "Kisanak, Allah melarang kita menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak berguna seperti ini. Allah memberi kita akal dan pikiran untuk kita manfaatkan sebaik-baiknya. Menyelesaikan masalah yang kita hadapi," ujar Sunan Ampel.
"Kalau memang bisa lebih cepat menyeberangi sungai, kenapa Kisanak menghabiskan waktu dua belas tahun untuk melakukannya?," tambah Sunan Ampel.
Raden Rahmat atau Sunan Ampel merupakan putra Syaikh Ibrahim As-Samarkandi yang berasal dari negeri Champa. Dalam Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri (1975), tertulis Imam Rahmatullah (Raden Rahmat) datang ke Jawa bersama ayahnya dengan tujuan dakwah Islamiyah.
Kedatangan Raden Rahmat di Jawa juga disertai saudaranya yang bernama Ali Musada atau Ali Murtadho dan sepupunya yang bernama Raden Burereh (Abu Hurairah), putra Raja Champa.
Raden Rahmat kemudian menikahi putri Adipati Tuban Arya Teja yang juga cucu Arya Lembu Sura Raja Surabaya yang beragama Islam. Babad Ngampeldenta menyebut, Raja Majapahit Brawijaya V yang mengangkat Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya dengan gelar Sunan sekaligus diberi kedudukan wali di Ngampeldenta.
Editor: Ihya Ulumuddin