Cerita Gajah Mada Melarikan Diri dan Moksa karena Diburu Tentara Majapahit

SURABAYA, iNews.id - Kegagalan pernikahan Raja Majapahit Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka Citraresmi menjadikan petaka. Patih amangkubhumi Gajah Mada pun dituduh sebagai biang keladi kegagalan pernikahan dengan putri Raja Sunda. Alhasil beberapa petinggi Kerajaan Majapahit menyalahkan upaya Gajah Mada yang nekat memolitisasi pernikahan yang sebenarnya dilandasi rasa cinta Hayam Wuruk.
Gajah Mada pun jadi bulan-bulanan petinggi Kerajaan Majapahit yang menyalahkannya. Mereka pun mencari keberadaan Gajah Mada di kediamannya dengan mengerahkan banyak pasukan.
Dikutip dari buku "Gajah Mada Sistem Politik dan Kepemimpinan karya Enung Nurhayati, Raja Wengker yang didukung oleh Raja Koripan mengepung rumah Gajah Mada dengan mengerahkan bala tentaranya.
Di rumah Gajah Mada, tak ada satu pun yang berani keluar. Istri Gajah Mada dikisahkan bahkan sampai gemetar ketakutan, mendengar sorak bala tentara yang mengepung rumahnya. Dia membujuk Gajah Mada untuk menyerahkan diri.
Namun permintaan itu tak diterima oleh Gajah Mada. Alhasil bala tentara tersebut kian beringas. Mereka merusak pagar pekarangan dan masuk halaman rumah.
Saat itu juga Patih Gajah Mada yang menggunakan celana geringsing, berselubung kain putih, bersabuk atramaksi, berdiri di tengah halaman, bersemedi. Seketika itu Patih Gajah Mada yang dikenal karena kesaktiannya menghilang.
Dikisahkan jiwa raganya pulang ke Wisnuloka. Seisi rumah pun bercucuran air mata, terutama sang istrinya. Seluruh bala tentara itu akhirnya masuk rumah menemui istri Gajah Mada, Nyi Patih. Dengan keris terhunus, bala tentara ini siap membunuh Gajah Mada dan mencarinya di dalam rumah.
Namun karena tak ditemukan Gajah Mada di dalam rumahnya, bala tentara di bawah pimpinan Raja Wengker ini mencuri seluruh harta benda Gajah Mada hingga habis. Beberapa orang tentara berusaha mencari keberadaan Gajah Mada di seluruh penjuru rumah, termasuk di halaman pekarangan. Sementara itu sang istri akhirnya melarikan diri dan bersembunyi di tempat sunyi.
Editor: Ihya Ulumuddin