Aktivis Perempuan Dianiaya OTK, Diduga Buntut Kasus Pencabulan Putra Kiai di Jombang
JOMBANG, iNews.id - Aktivis perempuan di Kabupaten Jombang dianiaya orang tak dikenal OTK). Korban berinisial R ini diintimidasi dan kepalanya dibenturkan ke tembok. Penganiayaan ini diduga imbas kasus pencabulan oleh putra seorang kiai di Jombang.
Tindakan penganiayaan itu terjadi saat perempuan 23 tahun itu mengikuti pengajian di Pandanblole, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang. Ketika itu, sejumlah orang tak dikenal datang ke lokasi pengajian dan langsung menghampiri korban.
"Kalau dari cerita si korban, ada enam orang laki-laki dewasa turun dari mobil di rumah warga yang mempunyai hajatan itu. Mereka menghampiri korban dan salah satunya membenturkan kepala korban ke tembok," kata Ketua Women Crisis Centre (WCC) Jombang, Ana Abdilah, Selasa (11/5/2021).
Tak hanya menganiaya, tanpa menyampaikan sesuatu hal, salah satu pelaku kemudian merampas ponsel korban. Usai merampas dan menganiaya R, para pelaku kemudian pergi. Namun sebelum itu, pelaku juga melakukan intimidasi terhadap korban. Satu di antaranya mengancam korban.
"Pelaku tidak ngomong apa-apa, cuma sempat diancam korban saat itu. Dia bilang 'kamu tidak akan selamat'," kata Ana menirukan salah satu ucapan pelaku berdasarkan cerita yang disampaikan korban penganiayaan itu kepadanya.
Menurut Ana, diduga sudah sejak lama para pelaku itu mencari keberadaan korban. Sebab, selain getol menyuarakan hak kaum perempuan, sejak 2019 lalu korban juga mendampingi korban kekerasan seksual dengan tersangka MSA, salah satu putra kiai ternama di Jombang. Imbasnya, saat ini korban mengalami ketakutan pasca insiden penganiayaan itu.
"Saat ini dia dalam perlindungan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Secara psikologis dia jelas ketakutan. Dia tidak berani pulang, sehingga saat ini dia (korban) diamankan di suatu tempat berdasarkan rekomendasi LPSK," jelas Ana.
Diduga aksi penganiayaan dan intimidasi terhadap aktivis perempuan di Jombang ini tak lepas dari kasus yang dugaan pencabulan yang dilakukan MSA. Pria berusia 40 tahun itu dilaporkan ke Polres Jombang pada 29 Oktober 2019 silam lantaran diduga sudah melakukan pencabulan terhadap sejumlah santriwatinya.
"Motifnya apa (penganiayaan dan intimidasi) itu tidak jelas. Karena mereka (pelaku) tidak menyampaikan apapun saat datang. Kami menduga ini merupakan dampak dari proses hukum MSA yang tidak segera naik proses (hukum)," kata Ana.
Beberapa hari sebelum insiden penganiayaan dan intimidasi itu terjadi, korban sempat memberikan kolom komentar di sebuah unggahan medsos. Dalam unggahan itu, kata Anan, pemilik akun menyebut jika saat ini pesantren tersebut tengah dilanda fitnah besar. Lantaran diduga tidak terima, kemudian beberapa orang mencari keberadaan korban.
"Iya, memang korban ini yang menyuarakan itu (advokasi kasus kekerasan seksual MSA). Istilah kami dia perempuan pembela HAM. Jadi mereka-mereka yang tegak lurus melakukan advokasi kasus, (rentan) menjadi korban intimidasi. Kalau tidak ancaman pembunuhan itu sudah pasti dialami saksi-saksi yang tidak semua orang berani," ujarnya.
Tak hanya kali ini, menurut Ana ancaman dan intimidasi sudah sering diterima korban. Pelaku biasanya mengirimkan pesan-pesan berisi ancaman kepada korban. Kata Ana, korban sebelumnya merupakan santriwati di pesantren tersebut. Namun pasca kasus kekerasan seksual yang dilakukan putra mahkota pesantren, ia kemudian dikeluarkan dari pesantren.
"Ada beberapa nama yang mungkin bagi pondok itu membahayakan, selain korban-korban, saksi-saksi yang dinilai tidak pro kepada pelaku, itu ada surat keputusan. Bahkan kholifah-kholifah (sebutan untuk guru di pesantren tersebut) yang ada di sana itu juga banyak yang dikeluarkan," tandas Ana.
Saat ini, lanjut Ana, insiden penganiayaan dan intimidasi itu sudah dilaporkan ke pihak kepolisian. Menurut Ana, korban juga sudah menjalani visum, pasca dibenturkan ke tembok oleh salah satu pelaku. Ana berharap agar kasus penganiayaan dan intimidasi terhadap aktivis perempuan itu segera diproses hukum.
Editor: Ihya Ulumuddin