Tercatat beberapa kota besar di Pulau Jawa, seperti Surabaya, Solo, Magelang, Yogyakarta, Sidoarjo, Bandung, Semarang, dan Jakarta, pernah menjadi tujuan pementasan wayang orang ini. Bahkan Ang Hien Hoo sering tampil di wilayah Surabaya.
Dari sanalah akhirnya mereka mengenal Ratna Juwita, penari asal Surabaya. Ratna Juwita-lah yang akhirnya membuka jalan para anak keturunan Tionghoa ini tampil di istana Presiden di Jakarta saat Soekarno masih menjadi Presiden Republik Indonesia. Mengangkat tema wayang orang berjudul Mustapaweni, grup asal Malang ini tampil selama dua jam.
Ia mengingat betul saat itu usianya masih belum genap 20 tahun. Sedangkan anggota lainnya juga berusia belasan tahun. Hal ini yang membuat Presiden Soekarno, menteri-menteri, dan jajaran pengusaha lain yang melihat kagum. Presiden Soekarno secara langsung memuji penampilan grup Ang Hien Hoo dan meminta untuk melestarikan budaya Jawa.
"Sempat ngobrol dengan Pak Karno, beliau ramah, diwejangi langsung sama beliau untuk melestarikan budaya Jawa, senang sekali, enggak bisa berkata-kata pokoknya waktu itu," ujarnya.
Dirinya mengaku bergabung di komunitas Ang Hien Hoo ini sampai usia 25 tahun. Saat dia menempuh pendidikan perkuliahan di IKIP Malang yang sekarang menjadi Universitas Negeri Malang (UM), grup kesenian wayang orang ini sempat beberapa kali tampil di beberapa daerah.
Kini dari puluhan anggota komunitas wayang orang Ang Hien Hoo, yang tersisa hanya dirinya. Beberapa anggota lainnya telah meninggal dunia.
Kendati Shirley menjadi warga keturunan Tionghoa di Indonesia, namun kecintaannya kepada Indonesia dan budaya asli Jawa tak terbantahkan lagi. Ia pun selalu berpesan kepada empat anaknya agar tidak melupakan budaya bangsa Indonesia sendiri, di tengah gerusan budaya barat.
"Cintailah budaya Jawa supaya enggak musnah, anak-anak muda jangan hanya meniru budaya barat, tapi cintailah budaya sendiri, cintailah budaya Indonesia," kata dia.
Editor : Rizky Agustian
Artikel Terkait