Simak sosok Shirley Kristiani Widjihandayani, seniman wayang orang keturunan Tionghoa yang pernah tampil di hadapan Soekarno. (Foto: Avirista Midaada)

MALANG, iNews.id - Perayaan Imlek identik dengan kebudayaan Tionghoa yang telah berkembang dan menjadi bagian dari peradaban di Indonesia. Banyak tokoh Tionghoa yang memiliki kontribusi positif dalam kehidupan di Indonesia, termasuk dalam pelestarian budaya. 

Dari sekian tokoh Tionghoa itu, sosok Shirley Kristiani Widjihandayani mungkin tidak diketahui banyak orang. Darah Tionghoa kental mengalir di tubuh seniman wayang kelahiran Malang, 28 Agustus 1943, tersebut.

Perempuan etnis Tionghoa ini menjadi penggerak pelestari kesenian Jawa khususnya wayang orang. Perempuan kelahiran Malang ini bahkan sampai pernah diundang pentas di Istana Presiden Jakarta, semasa Soekarno masih menjabat sebagai presiden.

Saat ini, meski usianya telah memasuki 80 tahun, semangat dan aura khas wayang orang masih terpancar dari dirinya. Secara fisik, mungkin ibu dari empat anak ini sudah terlihat lemah, tapi ia masih lihai menirukan suara-suara pementasan seperti saat dia masih muda, berikut dengan gerakan-gerakan yang masih diingatnya.

Kepada iNews.id, perempuan yang akrab disapa Shirley ini menceritakan awal mula menyukai kesenian wayang orang. Shirley mengaku sejak awal menyukai seni dan drama, dia pun melihat pertunjukan wayang orang dan akhirnya mulai jatuh cinta pada pandangan pertama. Akhirnya dia mulai belajar menggeluti secara autodidak gerakan-gerakannya.

"Awalnya disuruh nari, terus belajar autodidak, guru yang namanya Pak Prapto itu yang mengarahkan. Selain itu memang saya bakat di drama, jadi gampang mengarahkannya," kata Shirley Kristiani, ditemui di rumahnya di Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Senin (23/1/2023).

Ia bersama pelajar lain akhirnya membentuk suatu perkumpulan yang dinamakan Ang Hien Hoo. Menariknya, perkumpulan ini sebenarnya merupakan perkumpulan orang-orang penjual peti mati.

Hal ini karena saat berlatih, Shirley Kristiani dan koleganya kerap berlatih di tempat persemayaman Panca Budi, lokasi peti mati ditaruh.

Dari sana lah mereka akhirnya berlatih setiap Sabtu di Pancabudi, di depan peti mati. Menariknya, komunitas Ang Hien Hoo sendiri beranggotakan para pelajar Tionghoa dari berbagai kota tidak hanya Malang saja, tetapi juga Semarang, Solo, Magelang, Jakarta, hingga Palu, Sulawesi Tengah.

Awal mula latihan, disebut Shirley, memang banyak cemoohan karena dikatakan justru tidak melestarikan budaya Tionghoa sendiri. Namun cemoohan itu tidak ditanggapi oleh Shirley dan anggota komunitas wayang orang Jawa yang beranggotakan seluruhnya orang keturunan Tionghoa.

"Banyak ejekan, orang Tionghoa kok main budaya Jawa, tapi kita senang, kita peduli dengan budaya Jawa, ya kita biarkan. Kita berbuat baik melestarikan budaya Jawa, budaya Indonesia. Memang semuanya orang Tionghoa, yang orang Jawa hanya Pak Prapto itu pelatihnya," kata dia.

Selama pementasan wayang orang itu, Shirley kerap memerankan tokoh Arjuna atau Ramayana yang gagah. Pertimbangannya kala itu karena fisik Shirley yang tinggi besar dengan suara lantang dinilai cocok dengan tokoh itu. 

Di sisi lain, tidak ada sosok teman pria lain yang bisa memerankan tokoh Arjuna ini. Terlebih dengan tinggi badan 165 cm, kala itu tinggi badan dia jarang ada yang menandingi. Tak cuma sekadar berlatih, ia begitu menjiwai dan bahkan memiliki sendiri pakaian wayang komplit sendiri. Sayang perlengkapan itu kini sudah dijualnya.

Perlahan tapi pasti, kelompok seni beranggotakan seluruhnya keturunan Tionghoa ini akhirnya mulai diundang di berbagai acara di Malang, hingga luar Malang. Kelompok Ang Hien Hoo ini bahkan pernah mengikuti perlombaan di kawasan Sriwedari, Kota Solo dan meraih juara dua. Kelompok mereka hanya kalah dari kelompok seni yang beranggotakan anak-anak pejabat di kala itu.

Setelah itu mereka kerap melakukan tur tampil di beberapa kota di Pulau Jawa. Saat melakukan tur itu mereka membawa dekorasi khusus yang diangkut truk, sedangkan anggota grup Ang Hien Hoo menaiki satu bus.

"Enggak dapat bayaran cuma senang untuk hobi dapat tersalurkan. Pokoknya kalau kita pelajar libur panjang, libur kenaikan kelas, itu selalu melalang buana untuk main wayang di kota lain. Senang bangga, kompak dulu," tuturnya.

Tercatat beberapa kota besar di Pulau Jawa, seperti Surabaya, Solo, Magelang, Yogyakarta, Sidoarjo, Bandung, Semarang, dan Jakarta, pernah menjadi tujuan pementasan wayang orang ini. Bahkan Ang Hien Hoo sering tampil di wilayah Surabaya.

Dari sanalah akhirnya mereka mengenal Ratna Juwita, penari asal Surabaya. Ratna Juwita-lah yang akhirnya membuka jalan para anak keturunan Tionghoa ini tampil di istana Presiden di Jakarta saat Soekarno masih menjadi Presiden Republik Indonesia. Mengangkat tema wayang orang berjudul Mustapaweni, grup asal Malang ini tampil selama dua jam.

Ia mengingat betul saat itu usianya masih belum genap 20 tahun. Sedangkan anggota lainnya juga berusia belasan tahun. Hal ini yang membuat Presiden Soekarno, menteri-menteri, dan jajaran pengusaha lain yang melihat kagum. Presiden Soekarno secara langsung memuji penampilan grup Ang Hien Hoo dan meminta untuk melestarikan budaya Jawa.

"Sempat ngobrol dengan Pak Karno, beliau ramah, diwejangi langsung sama beliau untuk melestarikan budaya Jawa, senang sekali, enggak bisa berkata-kata pokoknya waktu itu," ujarnya.

Dirinya mengaku bergabung di komunitas Ang Hien Hoo ini sampai usia 25 tahun. Saat dia menempuh pendidikan perkuliahan di IKIP Malang yang sekarang menjadi Universitas Negeri Malang (UM), grup kesenian wayang orang ini sempat beberapa kali tampil di beberapa daerah.

Kini dari puluhan anggota komunitas wayang orang Ang Hien Hoo, yang tersisa hanya dirinya. Beberapa anggota lainnya telah meninggal dunia.

Kendati Shirley menjadi warga keturunan Tionghoa di Indonesia, namun kecintaannya kepada Indonesia dan budaya asli Jawa tak terbantahkan lagi. Ia pun selalu berpesan kepada empat anaknya agar tidak melupakan budaya bangsa Indonesia sendiri, di tengah gerusan budaya barat.

"Cintailah budaya Jawa supaya enggak musnah, anak-anak muda jangan hanya meniru budaya barat, tapi cintailah budaya sendiri, cintailah budaya Indonesia," kata dia.


Editor : Rizky Agustian

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network