MALANG, iNews.id - Perseteruan satu keluarga dua penerus trah Kerajaan Mataram Kuno, menjadi awal penderitaan Amangkurat III saat menjadi raja. Baru sesaat memimpin, dia sudah digulingkan oleh Pangeran Puger.
Sepeninggal Amangkurat II seharusnya takhta jatuh pada Pangeran Puger. Karena itu dukungan terhadap Pangeran Puger untuk menduduki takhta Mataram mengalir dari para pejabat yang tidak menyukai pemerintahan Raja Amangkurat III. Hal ini membuat Amangkurat III resah. Bahkan, dikisahkan pada "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimanyu, Amangkurat III sampai menceraikan Raden Ayu Himpun dan mengangkat permaisuri baru seorang gadis dari Desa Onje.
Tekanan terhadap keluarganya membuat Raden Suryokusumo putra Pangeran Puger, memberontak. Amangkurat III yang ketakutan segera mengurung Pangeran Puger sekeluarga. Mereka kemudian dibebaskan kembali atas bujukan Patih Sumabrata.
Dukungan terhadap Pangeran Puger untuk merebut takhta kembali mengalir. Akhir tahun 1704, Amangkurat III mengirim utusan untuk membunuh Pangeran Puger sekeluarga. Tetapi mereka lebih dahulu melarikan diri ke Semarang.
Di Semarang inilah Pangeran Puger mendapat dukungan dari VOC, tentu saja VOC mengajukan syarat-syarat yang menguntungkan Belanda. Dia pun mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Pakubuwana I. Gabungan pasukannya bergerak tahun 1705 untuk merebut kembali Mataram di Kartasura.
Di sisi lain Amangkurat III membangun pertahanan di Ungaran yang dipimpin oleh Pangeran Arya Mataram, pamannya. Tetapi sayang pamannya ini diam-diam mendukung Pakubuwana I.
Arya Mataram bahkan berhasil membujuk Amangkurat III untuk meninggalkan Kartasura. Ia kemudian bergabung dengan Pakubuwana I yang tidak lain kakaknya sendiri.
Pemerintahan Amangkurat III yang singkat ini konon karena kutukan Amangkurat I terhadap Amangkurat II yang telah meracuni minumannnya ketika melarikan diri saat Kesultanan Mataram runtuh akibat pemberontakan Trunojoyo.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait