Dalam artikel tentang nasionalisme orang-orang Arab Peranakan tertanggal 1 Agustus 1934, Baswedan menegaskan pikirannya. Indonesia adalah tempat di mana dia dilahirkan. Tempat dia hidup dan sekaligus tempatnya berpulang nanti.
Karenanya, dalam artikel itu dia berseru kepada peranakan Arab untuk bersatu membantu perjuangan Indonesia. Dia mengimbau kepada para peranakan Arab untuk menganut asas kewarganegaraan ius soli. Baswedan juga memajang fotonya dengan mengenakan blangkon Jawa.
Sebagai tindak lanjut gagasannya, pada Oktober 1934, AR Baswedan mengumpulkan peranakan Arab di Semarang dan mendirikan PAI (Persatuan Arab Indonesia).
Sejak itu Baswedan menjadi tokoh politik. Harian Matahari dia tinggalkan dan memutuskan hijrah ke Jakarta.
Baswedan memilih menerbitkan media massa sendiri, yakni majalah Sadar. Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), majalah Sadar ikut dibredel bersama media massa lainnya.
Aktivitas jurnalistiknya memang terhambat. Namun karier politiknya melesat.
AR Baswedan diangkat menjadi anggota Jawa Hookokai, yakni himpunan kebaktian rakyat seluruh Jawa. Pasca-Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Baswedan diangkat menjadi Ketua pusat KNIP atau Komite Nasional Indonesia Pusat.
Dalam kabinet Sutan Sjahrir, dia sempat menjadi menteri muda penerangan. Pada 1947 bersama Haji Agus Salim, Baswedan menjalankan tugas diplomasi keliling di negara-negara Timur Tengah.
Editor : Rizky Agustian
Artikel Terkait