Ilustrasi wilayah Kerajaan Majapahit di masa keemasan Raja Hayam Wuruk. (Foto: Istimewa)

Keempat, yakni pajak orang asing yang tinggal di wilayah Kerajaan Majapahit. Terdapat beberapa orang asing yang berasal dari berbagai negara, misalnya aryya, bablara, bebel, campa, Cina, karnntaka, kling, kair, mambang, mandikira, remin, dan singhala. Mereka ini semua termasuk yang dikenai pajak, karena termasuk dalam warga kilalan.

Dalam prasasti pajak orang asing disebut kiteran. Data tentang hal itu disebut dalam prasasti Wurudu Kidul tahun 922 M. Prasasti ini mengisahkan tentang proses peradilan dalam kasus kewarganegaraan seseorang. Sang Dhanadi seorang warga Wurudu Kidul disangka orang Khmer, tetapi setelah melalui proses peradilan tuduhan itu tidak terbukti, maka dia kemudian menolak kiteran.

Kelima atau terakhir yakni pajak eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Jenis usaha yang dikenai pajak ini yakni manangkeb, makala-kala manuk (berburu unggas), mamukat wungkudu dan pemanfaatan sumber daya kelautan seperti memancing dan menjala ikan serta pengusahaan garam.

Pungutan pajak terhadap usaha mengeksploitasi sumber daya kelautan diketahui melalui pembatasan usaha pemilikan kapal penangkap ikan (biltran), pukat maupun jala, seperti disebut dalam prasasti Wimalasama. Akan tetapi, dari prasasti tidak dapat diketahui besarnya pungutan pajak dan waktu pemungutannya.

Namun demikian dari sudut lingkungan ketetapan itu dapat dianggap sebagai solusi terhadap pencegahan kerusakan lingkungan yang dieksploitasi secara berlebihan. Di dalam daftar manilala drabya haji juga ada sebutan padahut pang-pang yang mungkin sekali berarti petugas denda bagi penebang pohon secara sembarangan.


Editor : Donald Karouw

Sebelumnya
Halaman :
1 2 3

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network