Pada saat Pangeran Jimat masih kecil, Raden Ayu Cakranagara menikah lagi dengan Raden Suderma yang juga masih terhitung sepupu. Raden Suderma dianugerahi kedudukan sebagai Adipati Sumenep.
Sebagai penguasa, Suderma salah sangka. Ia pikir bisa menjalankan kekuasaan sekehendak hatinya, dan itu tidak disukai oleh istrinya, yakni Raden Ayu Cakranagara. Pada tahun 1707 Pangeran Suderma dihabisi. Ia diduga telah diracun.
Raden Ayu Cakranagara memerintah Kadipaten Sumenep dengan membiarkan takhta tetap kosong. Dia menjadi wali putranya (Pangeran Jimat) yang masih kecil. Raden Ayu Cakranagara meninggal dunia pada tahun 1711.
Sepeninggal ibunya, Pangeran Jimat menunggu sampai umur 20 tahun, yakni tahun 1721 baru menyandang gelar resmi Cakranagara II. Sampai mangkat pada tahun 1737, Pangeran Jimat tidak pernah menikah dan tidak dikaruniai keturunan.
Penerus takhta Kadipaten Sumenep, yakni Cakranagara III merupakan putra saudara perempuan Pangeran Jimat. Pada saat terguling pada 1751, Cakranagara III juga diketahui tidak memiliki keturunan laki-laki.
Kekuasaan diambil alih saudara perempuan Pangeran Jimat yang lain, yakni Raden Ayu Tirtanagara. Perempuan yang dikenal tangguh itu memerintah Sumenep selama empat tahun tanpa pelantikan resmi.
Kemudian, berawal dari sebuah mimpi, Raden Ayu Tirtanagara datang ke pedesaan. Dia memaksa seorang laki-laki yang sedang menyabit rumput untuk pakan ternak, menjadi suaminya.
Raden Ayu Tirtanagara tidak peduli laki-laki itu sudah beranak istri. “Dia (Raden Ayu Tirtanagara) memerintahkan laki-laki itu untuk ikut kembali bersamanya ke istana, lalu dinikahinya”.
Laki-laki itu bernama Muhammad Saod. Oleh Raden Ayu Tirtanagara, Saod didudukkan sebagai Adipati Sumenep yang kemudian dikenal sebagai Tumenggung Tirtanagara.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait