Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti menjadi pembicara di FGD Pasca-Sarjana Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, yang digelar secara virtual, Kamis (8/7/2012). (Foto: Istimewa)

JAKARTA, iNews.id - Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti kembali menyampaikan pentingnya melakukan amandemen ke-5 UUD 1945. La Nyalla kali ini mengutarakan hal itu saat menjadi pembicara di FGD Pasca-Sarjana Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, yang digelar secara virtual, Kamis (8/7/2012). 

La Nyalla dalam FGD bertema “Penghapusan Ambang Batas Pencalonan Presiden Sebagai Peneguhan Kedaulatan Rakyat dan Penguatan Sistem Presidensial” itu mengungkapkan alasan DPD mewacanakan amandemen ke-5 konstitusi sebagai koreksi atas amandemen sebelumnya. Menurutnya, banyak frasa kalimat dan norma yang harus dikoreksi dari hasil amandemen konstitusi tahun 2002 lalu. 

Akibat amandemen tersebut, lahirsejumlah undang-undang yang merugikan bangsa. Salah satunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Isinya mengatur soal presidential threshold yang dianggap mengebiri kedaulatan rakyat dengan membatasi calon-calon pemimpin terbaik untuk mendapat hak sama untuk bisa tampil di pemilihan umum.

“Undang-Undang tentang Pemilu di Pasal 222 yang memberi ambang batas 20 persen kursi DPR atau 25 persen perolehan suara partai politik secara nasional, sama sekali tidak derivatif dari pasal 6A Undang-Undang Dasar hasil Amandemen 2002. Karena Pasal 6A Ayat (3) dan (4) mengatur ambang batas keterpilihan, bukan pencalonan. Tetapi faktanya, oleh Mahkamah Konstitusi hal itu dianggap open legal policy pembuat undang-undang,” kata La Nyalla.

Menurutnya, DPD memperjuangkan amandemen ke-5 agar dilakukan koreksi dengan memberi frasa yang lebih kuat tentang tidak adanya ambang batas pencalonan. Setiap partai politik atau gabungan partai politik berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa batas minimal perolehan suara.

“DPD membutuhkan rekomendasi dan latar belakang pemikiran, perlunya memberi frasa yang lebih jelas dan kuat terhadap hal itu,” ucapnya.

La Nyalla pun mempersoalkan bunyi Pasal 222 UU Pemilu yang terdapat kalimat “pada Pemilu anggota DPR sebelumnya” terkait dengan kepesertaan pada Pemilu Poin tersebut juga dianggap tidak derivatif dengan Pasal 6A Ayat (2) UUD ‘45.

Pasal 6A Ayat (2) menyebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum “sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. 

Menurut para pelaku amandemen, kalimat “sebelum pelaksanaan pemilihan umum” normanya adalah partai politik peserta pemilu saat itu mendaftarkan nama capres dan cawapres sebelum pilpres.

“Makna dan hermeneutika kalimat ‘sebelum pelaksanaan pemilihan umum’ sangat berbeda dengan kalimat ‘pada Pemilu anggota DPR sebelumnya’,” kata La Nyalla.

Atas dasar hal tersebut, La Nyalla menilai sangat tidak logis bila pasangan capres-cawapres di Pilpres 2019 diajukan oleh partai politik peserta pemilu di tahun 2014. Begitu juga dengan Pilpres di tahun 2024 nanti diajukan oleh partai politik peserta Pemilu tahun 2019.

Namun, menurur La Nyalla, MK lagi-lagi menganggap hal itu open legal policy sehingga upaya judicial review atas Pasal 222 UU Pemilu mengalami kegagalan. Padahal kalimat ‘pada Pemilu anggota DPR sebelumnya telah menjadi penghalang bagi partai politik baru peserta pemilu pada 2024 nanti untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

"Sementara konstitusi menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik,” ujarnya.

LaNyalla menilai UU Pemilu, khususnya Pasal 222 dapat disimpulkan sebagai disain besar dari oligarki untuk menguasai negara secara keseluruhan. Buntutnya, negara mengabdi pada tujuan oligarki untuk memperkuat akumulasi kekayaannya. Bahkan kalau perlu, negara harus menjadi pelayan bagi kaum oligarki.

“Saya mencatat setidaknya ada empat dampak negatif yang terjadi di negara ini akibat adanya presidential threshold yang diatur di UU Pemilu tersebut. Yang pertama, hanya akan muncul dua pasangan calon yang head to head. Meskipun di atas kertas didalilkan bisa memunculkan tiga hingga empat pasang calon. Tetapi tidak begitu dalam praktiknya,” ujar La Nyalla.


Editor : Maria Christina

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network