Karena kondisi semakin tidak kondusif. Akhirnya Avirista memutuskan untuk tidak menulis berita dan menolong semampunya serta memberikan napas buatan kepada Aremania yang terkulai lemah. Sayang, suporter fanatik itu tidak tertolong.
"Saya membantu dan membawa (Aremania) dengan teman-teman yang lain. Ada sekitar lima orang yang sudah kondisinya kritis," ujarnya.
Terlebih, suasana semakin mencekam karena tidak adanya bala bantuan seperti ambulans di dalam stadion. Bahkan, tabung oksigen tidak disediakan panitia pelaksana (panpel).
"Di lorong VVIP begitu banyak korban. Saya membayangkan itu pembunuhan massal, bukan sepak bola. Bahkan, ini lebih parah dari perang," ujarnya.
Tidak hanya itu saja, di depan hadapannya terdapat seorang balita berusia 8 bulan yang digendong ibunya menangis kencang karena matanya perih terkena gas air mata."Anak kecil itu saya gendong dan saya taruh di tim medis punya Arema. Saya kasihkan air, alhamdulillah anak itu selamat dan dibawa ke rumah sakit," katanya.
Selain itu, lanjut dia, di sisi utara stadion tepatnya di musala dia melihat dengan mata kepalanya, kondisi yang semakin parah dan memprihatinkan, di mana puluhan orang tergeletak sudah tidak bernyawa.
"Mungkin ada sekitar 30 orang jenazah. Di musala itu, saya pastikan banyak sekali orang yang tinggal menunggu waktu untuk malaikat menjemput," katanya.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait