Jurnalis bola Avirista Midaada (kanan) saat webinar Partai Perondo, Jumat (14/10/2022). (INews).

JAKARTA, iNews.id - Tragedi Kanjuruhan menyisakan luka mendalam bagi banyak orang, termasuk para jurnalis yang saat itu berada di lokasi. Mereka merasakan betul bagiamana suasana mencekam di dalam stadion hingga 132 orang meninggal dunia

Cerita itu pula yang dibagikan wartawan olah raga Avirista Midaada saat menjadi narasumber di webinar Partai Perindo bertajuk'Masa Depan Sepak Bola Nasional Pasca Tragedi Kanjuruhan, Jumat (14/10/2022). Avi teringat bagaimana gas air mata memenuhi stadion lalu ribuan orang semburat dan berdesakan di pintu keluar.

Ada yang terinjak, terjepit, sesak napas bahkan meregang nyawa. "Saya nangis mas, kalau disuruh cerita tragedi Kanjuruhan lagi," katanya. 

Avi mengatakan sejatinya kick-off Arema FC kontra Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB berjalan normal, meski tensi rivalitas kedua kesebelasan sangat tinggi. "Saat itu pertandingan berjalan seperti biasa, normal semua," ujarnya.

Dia mengaku ketika kick-of selesai dengan keunggulan Persebaya atas Arema FC dengan skor 3-2, suasana saat itu masih berjalan normal. Tidak ada huru-hara. 

Di atas lapangan, para pemain Arema juga memberikan penghormatan kepada puluhan ribu Aremania yang setia mendukung dari atas tribun Stadion Kanjuruhan hingga akhir pertandingan.

"Di sinilah naluri suporter muncul. Di Sektor 87 (Tribun Stadion Kanjuruhan), seorang Aremania turun ke lapangan untuk menghampiri pemain," ujarnya.

Setelahnya, beberapa Aremania ikut masuk ke dalam lapangan untuk memberikan penghormatan kepada pemain Arema FC.

Namun, tindakan itu disalahpahami oleh aparat. Mereka menduga hal itu sebagai bentuk penyerangan.

"Pemain Arema dirangkul oleh Aremania dan diberikan semangat. Namun, ada salah tafsir dari aparat bahwa itu penyerangan. Kemudian gas air mata dilontarkan," ujarnya.

Lantas, tembakan gas air mata kedua dan ketiga kembali dilepaskan aparat ke arah tribun. Penonton berhamburan.

Mata para suporter terasa perih, begitu pun dengan penglihatan Avirista bersama jurnalis lainnya yang samar-samar. 

Para pencari berita kemudian langsung menuju ruang VVIP untuk mendengarkan keterangan pers."Bahkan ketika pemain Arema memberikan keterangan pers, itu semua masih normal. Kita menyangkanya di luar. Mungkin bisa dikondisikan kepolisian dan tidak banyak korban," ujarnya.

Tetapi, ketika keterangan pers selesai dan hendak mengetik naskah berita, Avirista mendengar teriakan Aremania "Ayo Mas tulungi. Iki arek-arek akeh sing mati (Ayo Mas, tolongin, ini banyak anak-anak yang mati). Waktu itu saya sempat meletakkan HP dan kamera, mungkinkah ini (chaos) yang terjadi," katanya. 

Saat hendak membantu para korban, dia melihat di luar ruang dan di lorong VVIP kondisi begitu craodit. Sesak dan penuh banyak orang. Asap gas air mata yang pekat ditembakkan dari moncong senjata aparat kepolisian, membuat perih menusuk mata. Suasana pun semakin panik.

Avirista kemudian mengusapkan pasta gigi atau odol di sekitar bawah matanya untuk menghilangkan rasa perih, namun tak juga hilang.

Karena kondisi semakin tidak kondusif. Akhirnya Avirista memutuskan untuk tidak menulis berita dan menolong semampunya serta memberikan napas buatan kepada Aremania yang terkulai lemah. Sayang, suporter fanatik itu tidak tertolong.

"Saya membantu dan membawa (Aremania) dengan teman-teman yang lain. Ada sekitar lima orang yang sudah kondisinya kritis," ujarnya.

Terlebih, suasana semakin mencekam karena tidak adanya bala bantuan seperti ambulans di dalam stadion. Bahkan, tabung oksigen tidak disediakan panitia pelaksana (panpel).

"Di lorong VVIP begitu banyak korban. Saya membayangkan itu pembunuhan massal, bukan sepak bola. Bahkan, ini lebih parah dari perang," ujarnya.

Tidak hanya itu saja, di depan hadapannya terdapat seorang balita berusia 8 bulan yang digendong ibunya menangis kencang karena matanya perih terkena gas air mata."Anak kecil itu saya gendong dan saya taruh di tim medis punya Arema. Saya kasihkan air, alhamdulillah anak itu selamat dan dibawa ke rumah sakit," katanya.

Selain itu, lanjut dia, di sisi utara stadion tepatnya di musala dia melihat dengan mata kepalanya, kondisi yang semakin parah dan memprihatinkan, di mana puluhan orang tergeletak sudah tidak bernyawa.

"Mungkin ada sekitar 30 orang jenazah. Di musala itu, saya pastikan banyak sekali orang yang tinggal menunggu waktu untuk malaikat menjemput," katanya.


Editor : Ihya Ulumuddin

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network