“Itulah latar belakang dari dirumuskannya keputusan Munas Lampung tahun 1992. Keputusan ini kemudian mencoba menggeser pola bermadzhab di NU dari bermadzhab secara qauli menjadi bermadzhab secara manhaji. Ini keputusan yang tidak mungkin terjadi jika tidak didahului muqodimah. Muqodimah itu adalah halaqah kitab kuning yang diselenggarakan sebelum itu,” kata Gus Ulil.
Gus Ulil mengatakan, halaqah ini punya kontribusi penting di dalam NU. Halaqah ini kemudian mengalami fase vakum beberapa tahun sejak berakhirnya kepemimpinan Gus Dur. Kemudian di era Gus Yahya ketika menjadi Ketua PBNU, kegiatan ini dibangkitkan.
Pada kesempatan yang sama, Ketua RMI PBNU, KH Hodri Ariev mengatakan, Halaqah Ulama Nasional dengan tema Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning bermaksud menyambut tagline besar PBNU yaitu Merawat Jagad Membangun Peradaban.
“Kami di RMI menerjemahkan gagasan ini dalam sikap yang lebih spesifik, merawat pesantren membangun peradaban. Topik besar yang akan kita diskusikan dalam halaqah ini Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning. Ini merupakan suatu ikhtiar untuk bisa terlibat berpartisipasi aktif dalam ikhtiar PBNU mewujudkan dunia yang lebih baik dan semakin baik, dunia yang mendorong kemaslahatan seluruh umat manusia,” kata KH Hodri Ariev.
Editor : Ihya Ulumuddin
Artikel Terkait