Menurutnya, buku catatan nikah ini pernah mendapatkan apresiasi nasional, termasuk meraih juara pertama dalam lomba ketertiban administrasi yang diadakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) pada 2004. Penghargaan ini dinilai semakin mengukuhkan pentingnya buku tersebut sebagai bagian dari sejarah.
KUA Gedeg, kata dia kini telah menempati bangunan baru, setelah sebelumnya berlokasi di bangunan tua di samping Masjid Baiturrahman, yang dibangun pada 1964. Pada masa itu, KUA Gedeg membawahi empat kecamatan, yakni Gedeg, Kemlagi, Dawarblandong dan Jetis.
Buku catatan nikah tertua ini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Gedeg, tetapi juga menjadi bukti nyata bagaimana administrasi pernikahan telah menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya masyarakat Indonesia.
"Ini penting untuk kebutuhan masyarakat apalagi yang berkepentingan dengan akte kelahiran atau kalau kita mau umrah atau haji karena dibutuhkan data orang tua. Apalagi di tahun 1930-an, seumpama orangnya itu usia 70 tahun otomatis mencari orang tuanya kan di bawah 1930-an. Berkas 1903 masih ada yang mencari tapi jarang, ada satu dua saja yang mencari identitas embahnya atau nenek moyangnya," katanya.
Editor : Kurnia Illahi
Artikel Terkait