MOJOKERTO, iNews.id - Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur masih menyimpan buku catatan nikah tertua. Buku tersebut bertanggal Tahun 1903.
Buku ini mencatat pernikahan dan perceraian masyarakat pada masa itu dengan tulisan menggunakan bahasa Indonesia ejaan lama dan huruf Arab Pegon. Meski usianya telah mencapai 122 tahun, buku tersebut masih terawat dengan baik dan tersimpan rapi di rak arsip KUA Gedeg.
Dalam buku ini terdapat dua model pencatatan yang diyakini merupakan hasil kerja kepala KUA pada masa lalu. Huruf Arab Pegon menunjukkan kemungkinan bahwa kepala KUA pada waktu itu merupakan lulusan dari pondok pesantren.
Buku catatan tersebut tidak hanya menjadi arsip berharga, tetapi juga memiliki fungsi penting dalam administrasi, termasuk untuk keperluan akta kelahiran, pembuatan visa dan silsilah keluarga.
"Ini Tahun 1903 masih tersimpan rapi dan masih lengkap, mungkin ada satu dua tiga yang dimakan rayap tapi masih bisa dibaca. Model hurufnya kalau masih di bawah Tahun 1935 masih huruf arab pegon. Istilahnya itu bahasa Jawa tapi diarabkan, tapi di atas 1935 sudah menggunakan bahasa Indonesia," ujar penghulu KUA Gedeg, Mahfudzi, Kamis (13/3/2025).
Dia menilai buku ini menjadi bukti penting sejarah administrasi, terlebih karena masih dalam kondisi lengkap meski sempat dimakan usia.
Menurutnya, buku catatan nikah ini pernah mendapatkan apresiasi nasional, termasuk meraih juara pertama dalam lomba ketertiban administrasi yang diadakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) pada 2004. Penghargaan ini dinilai semakin mengukuhkan pentingnya buku tersebut sebagai bagian dari sejarah.
KUA Gedeg, kata dia kini telah menempati bangunan baru, setelah sebelumnya berlokasi di bangunan tua di samping Masjid Baiturrahman, yang dibangun pada 1964. Pada masa itu, KUA Gedeg membawahi empat kecamatan, yakni Gedeg, Kemlagi, Dawarblandong dan Jetis.
Buku catatan nikah tertua ini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Gedeg, tetapi juga menjadi bukti nyata bagaimana administrasi pernikahan telah menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya masyarakat Indonesia.
"Ini penting untuk kebutuhan masyarakat apalagi yang berkepentingan dengan akte kelahiran atau kalau kita mau umrah atau haji karena dibutuhkan data orang tua. Apalagi di tahun 1930-an, seumpama orangnya itu usia 70 tahun otomatis mencari orang tuanya kan di bawah 1930-an. Berkas 1903 masih ada yang mencari tapi jarang, ada satu dua saja yang mencari identitas embahnya atau nenek moyangnya," katanya.
Editor : Kurnia Illahi
Artikel Terkait