BLITAR, iNews.id – Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi ingin menjadikan tanggal 30 Desember yang merupakan hari wafatnya Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Hari Perdamaian Politik Indonesia.
Hal itu diungkapkan mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta saat berziarah ke Makam Proklamator RI Soekarno di Kota Blitar. Ziarah yang dilakukan bersamaan dengan tanggal dan bulan wafatnya Presiden RI Ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Yakni 30 Desember 2009.
"Saya ingin menjadikan 30 Desember sebagai Hari Perdamaian Politik Indonesia," ujar Yudian Wahyudi, Rabu (30/12/2020).
Yudian mencoba merasionalkan alasan menjadikan 30 Desember sebagai Hari Perdamaian Politik Indonesia. Dia memulai dengan kesamaan hari wafatnya Gus Dur dengan peristiwa pembebasan Kota Mekkah (Fathkul Mekkah) oleh Nabi Muhammad. Yakni sama di bulan Desember.
Yudian merangkaikan, dua peristiwa yang berbeda masa tersebut menjadi satu rajutan benang merah. Termasuk menyambungkan dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI yang diproklamatori Soekarno-Hatta.
Dia memulai dari pembebasan Kota Mekkah yang disebutnya sebagai peristiwa sejarah revolusi pertama tanpa tetesan darah.
Pada hari peristiwa pembebasan Mekkah itu kemudian dikenang sebagai Hari kasih sayang. "Peristiwa revolusi pertama dalam sejarah yang tidak berdarah (Pembebasan Mekkah). Tidak ada darah menetes dan mengamnesti lawan lawannya," terang Yudian.
Dalam konteks Indonesia, puncak politik lapangan Nabi Muhammad tersebut, kata Yudian, diteladani oleh Bung Karno dengan Proklamasi Kemerdekaan. Tidak ada darah yang tumpah dalam Proklamasi yang diterjemahkan sebagai peristiwa revolusi. Padahal Bung Karno menurut Yudian tidak hanya memerdekakan negara kecil. Tapi juga menyatukan 40 negara atau kerajaan di bawah Pancasila.
"Ternyata Bung Karno umat Islam yang paling berhasil meneladani puncak politik lapangan Rasulullah," papar Yudian. Nabi Muhammad juga memiliki Piagam Madinah dengan cita cita masyarakat majemuk. Spirit masyarakat majemuk itu, kata Yudian dalam tanda petik adalah Pancasila.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait