Pawai kendaraan militer Belanda di Kayutangan, Malang (Foto: Museum Reenactor Malang / ist)

Menghadapi kenyataan itu, para pejuang kemudian menyiasati komunikasi mereka dengan Bahasa Walikan, sebuah bahasa yang dipakai warga Malang sehari-hari.

Bahasa Walikan tak dipahami oleh Belanda, termasuk para spionase yang meskipun orang Indonesia namun tak begitu memahami bahasa sehari-hari warga Malang ini.

"Para spionasenya Belanda itu kan kegiatan spionase untuk melihat gerak-gerik perlawanan orang Malang itu gimana. Perjalanan pergerakan TRIP bagaimana. Pergerakan brigade-nya Imam Sujai bagaimana. Mereka orang-orang kita yang ditelusupkan untuk masuk informasi itu," katanya.

Pria yang pernah menjabat Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang ini menambahkan, dari hal itulah, masyarakat mulai menggunakan Bahasa Walikan ini sebagai sandi. Tujuannya untuk menghindari kebocoran informasi oleh para spionase Belanda.

Dia menceritakan,  sosok pasukan Hamid Rusdi yang kerap menggunakan Bahasa Walikan sebagai sandi memuluskan perjuangan mengusir Belanda dan sekutunya dari Malang.

"Hamid Rusdi pimpinan pergerakan khususnya tentara TRI (Tentara Rakyat Indonesia) yang pada saat itu dia harus hijrah di garis demarkasi, yang ketika berkomunikasi dengan orang kita (orang Indonesia) di sini (di Malang) kesulitan," katanya. 

"Oleh karena itu digunakan bahasa-bahasa itu, yang paling banyak teman-teman GRK (Gerilyawan Rakyat Kota). Semuanya masyarakat Malang mereka menggunakan komunikasi itu agar tidak bisa disadap didengarkan oleh spionase Belanda," ujarnya lagi.


Editor : Reza Yunanto

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network