Namun Agung mengatakan, Bahasa Walikan khas Malang ini tidak digunakan saat masa perjuangan sebelum kemerdekaan. Sebab saat itu sudah jelas lawan yang dihadapi dibandingkan setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
"Kalau untuk perjuangan belum. Dia baru muncul sandi-sandi itu ketika era bersiap mana kawan mana lawa, sehingga kita gunakan bahasa sandi periode 1947-1949, periode keemasan Bahasa Walikan, karena bahasa sandi komunikasi antarpejuang," katanya.
Menurutnya, kemunculan Bahasa Walikan tak lepas dari kebiasaan cangkrukan atau nongkrong bagi warga Malang. Dari sana beberapa kosa kata diucapkan terbalik.
Sebagai contoh: genaro yang berarti orang. Nakam yang artinya makan, silup yang artinya polisi, hingga kata sudew atau wedus.
"Boso walikan ini karya budaya, karya budaya ciptaan manusia cipta dan karsa itu menjadi bagian dari proses dinamika orang Malang. Orang Malang mengenal bahasa walikan sebagai osob iwalan atau boso walikan yang telah ada sejak lama.
"Bahasa walikan produk budaya kapan muncul? Sejak lama sudah muncul, karena itu bahasa pergaulan sehari-hari orang Malang. Bahasa ngopi-ngopi, cangkruk-cangkruk," ujarnya.
Editor : Reza Yunanto
Artikel Terkait