Ramadhan Tinggal 10 Hari, Perajin Rebana di Malang Masih Banjir Pesanan
Selain pembuatan rebana dan bedug baru, Arief juga mengaku banyak menerima servis atau pemeliharaan rebana yang rusak. Servis itu biasanya dipatok dengan tarif beragam tergantung tingkat kerusakannya.
"Tahun ini juga banyak melayani servis, ya hampir imbang servisnya sama pengerjaan barunya. Kalau untuk bedug yang paling sering servis, kalau buat baru jarang. Kalau servis biasanya kita lihat dulu (kerusakannya apa), (kalau) otomatis ganti kulit disetel lagi suaranya, kalau suaranya kendor dikencangkan lagi, ganti kulit," katanya.
Kini di tengah banyaknya pesanan rebana yang datang, tantangan Arief yakni susahnya mencari stok kayu berkualitas. Biasanya ia menggunakan kayu nangka untuk membuat produk rebana berkualitas, tetapi karena memperoleh kayu nangka sulit dan harganya mahal, ia terpaksa menyiasatinya dengan kayu mahoni.
"Kalau untuk bunyinya (kayu) nangka sebenarnya yang bagus, dari pada mahoni. Tapi kayu nangka sulit, yang lagi ramai pakai kayu mahoni, biasanya dapat dari Jepara dan Kudus," ujarnya.
Sementara untuk bahan baku lain seperti kulit, ia mengaku tak ada kendala. Dirinya telah memiliki suplier terpercaya kulit sapi dari wilayah Blitar, Probolinggo, Jombang, hingga Salatiga.
Kini ia berharap agar bahan baku kayu utama produksi rebananya mudah didapat dengan harga yang terjangkau. Hal ini agar mengurangi beban ongkos produksi.
"Ya harapannya bahan baku mudah, produksi lancar, dan pemesanan datang terus. Apalagi ini Covid kan sudah reda, ini saja naik 30 persen, dibanding ketika Covid itu," katanya.
Editor: Ihya Ulumuddin