Pramodawardhani, Ratu Mataram Kuno yang Sukses Tumpas Pemberontakan
MALANG, iNews.id - Pramodawardhani ternyata pernah menjadi raja di Kerajaan Mataram Kuno. Istri Rakai Pikatan itu menjadi raja keenam selepas Rakai Garung alias Samaratungga Sri Maharaja Samaratungga.
Pramodawardhani naik menjadi raja tunggal di Medang sebelum menikah dengan Mpu Manuku atau Rakai Pikatan.
Dikutip dari buku "Perempuan - Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa" tulisan Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, selama memerintah sebagai raja Medang, Pramodawardhani berjuang untuk mengembangkan agama Buddha, bersikap adil, dan menjaga keamanan di dalam negeri.
Di masa pemerintahan Pramodawardhani, dia terkenal sebagai raja yang adil dan bijaksana. Fakta ini ditunjukkan pada Prasasti Tri Tepusan yang dikeluarkan pada 11 November 842.
Prasasti tersebut mengemukakan adanya tokoh bergelar Sri Kahulunan (Pramodhawardani) yang membebaskan pajak beberapa desa (swatantra), karena penduduknya turut merawat bangunan suci Kamulan i Bhumisambhara.
Saat memerintah sebagai raja, Pramodhawardani tak terbilang mulus. Pasalnya di pemerintahannya muncul pemberontakan Rakai Walaing Mpu Kombhayoni yang pusat pertahanannya di kompleks Ratu Baka.
Suatu bekas bangunan vihara bernama Abhayagirivihara yang berdiri pada era pemerintahan Rakai Panangkaran Dyah Pancapana.
Sesudah mengambil kesepakatan dengan Mpu Manuku suaminya, Pramodhawardani mengutus Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, putra bungsunya untuk menumpas pemberontakan Mpu Kombhayoni. Hingga akhirnya Dyah Lokapala berhasil menumpas pemberontakan tersebut.
Sebagai imbalannya Pramodawardhani beserta Rakai Pikatan sepakat mengangkatnya Dyah Lokapala sebagai raja Medang. Sesudah Dyah Lokapala menjadi raja Pramodawardhani beserta Mpu Manuku mengundurkan diri sebagai raja.
Tak hanya memberantas pemberontakan, di masa Pramodawardhani inilah bangunan megah bernama Candi Borobudur dibangun. Prasasti Kayumwungan menyebut sang Raja Mataram Kuno ini meresmikan sebuah bangunan jinalaya yang bertingkat-tingkat sangat indah.
Bangunan tersebut ditafsirkan oleh para sejarawan sebagai Candi Kamulan i Bhumisambhara atau Candi Borobudur. Berpijak dari uraian di atas, maka terwujudnya bangunan jinalaya yang dibangun sejak pemerintahan Samaratungga tersebut tidak dapat dilepaskan dengan peran Pramodawardhani sebagai raja Medang.
Ini membuktikan bahwa Pramodawardhani memiliki perhatian besar terhadap perkembangan agama Buddha di era pemerintahannya. Meskipun terdapat beberapa pendapat bahwa Pramodhawardani menganut agama Hindu siwa sesudah menikah dengan Mpu Manuku atau Rakai Pikatan.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto