Pembunuh Siswi SMP Mojokerto Divonis 7,5 Tahun, Keluarga Tak Terima hingga Berujung Ricuh
MOJOKERTO, iNews.id - Sidang putusan perkara pembunuhan siswi SMP di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto berakhir ricuh. Keluarga korban marah dan berteriak melayangkan protes atas vonis hakim terhadap terdakwa yang terlalu ringan, yakni 7,5 tahun penjara.
Kericuhan ini terjadi seusai Ketua Majelis Hakim Made Sinta Buana membacakan vonis kepada terdakwa AA, pelaku pembunuhan anak Aura Angeli, Jumat (14/7/2023). Keluara yang tidak terima langsung berteriak dan menuding hakim tidak memberikan keadilan kepada korban.
"Saya tidak terima. Saya minta penjelasan, kalau tidak saya tidak akan turun," kata salah seorang keluarga korban sambil berdiri di atas meja.
Sementara itu, ibu korban, langsung menangis histeris begitu mengetahui pembunuh anaknya divonis. Di tengah keributan itu, beberapa di antara mereka sempat menahan hakim di ruang sidang.
Bahkan, saat majelis hakim akan kabur lewat jendela, puluhan keluarga mengejar dan meminta hakim tetap di lokasi. Kericuhan mereda setelah Kapolresta Mojokerto AKBP Wiwit Adi Satria datang ke lokasi dan memarahi puluhan keluarga korban.
"Ini negara. Anda jangan mengintervensi hakim. Siapa yang bikin ribut. Yang tidak berkepentingan keluar. Kalau tidak saya tangkap semua nanti," kata Wiwit.
Kemarahan Wiwit ini pun membuat keluarga korban takut. Mereka yang semula berteriak-teriak, langsung diam dan keluar ruangan.
Sementara itu, ayah korban Atok Utomo, mengatakan, pihaknya memang tidak terima dan kecewa atas vonis hakim. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa vonis tersebut sudah diatur di dalam undang-undang.
"Keputusan hakim 7,5 tahun sudah tidak bisa diubah. Banding pun peluangnya minim. Cuman hukum dibatasi undang-undang," katanya.
Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri Mojokerto Fransiscus W, mengatakan, putusan hakim sudah sesuai dengan sistem peradilan anak yaitu setengah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu Undang-Undang Anak dengan hukuman maksimal lima belas tahun penjara.
Editor: Ihya Ulumuddin