MUI Jatim Resmi Keluarkan Fatwa Halal Vaksin AstraZeneca, Ini Penjelasannya

Makruf mengakui MUI Pusat masih berpedoman bahwa selama masih bersentuhan dengan benda najis tetap dikategorikan najis. Itu dalam satu pendapat ulama kalangan Syafi'iyah. Sementara dalam kalangan ulama madzhab Hanafi, andaikan meskipun sudah terjadi persentuhan, tetapi karena sudah beralih fungsi, dalam bahasanya sudah berganti berubah, maka tidak najis.
"Contohnya dari anggur menjadi khamr, minuman keras, lalu menjadi barang cuka. Awalnya adalah suci menjadi najis, lalu menjadi suci lagi. Maka analogi kami dari MUI Jatim, yang awalnya virus itu adalah barang suci kemudian ada tripsin, kecampuran dengan benda najis, setelah ini diangkat kemudian menjadi vaksin, maka sudah menjadi halal lagi, menjadi suci lagi dan kita tidak perlu ragu lagi," ujarnya.
Pendapat tersebut kata Makruf, sejalan dengan MUI Pusat pada kesimpulan akhir. Sama-sama boleh. Hanya saja menurut MUI Pusat bolehnya karena darurat. "Tetapi, bagi MUI Jatim bukan karena darurat, ya, karena memang tidak sampai menjadi najis dan memang diperbolehkan," katanya
Kasus tersebut seperti saat vaksin meningitis ketika akan haji dan umrah. Selama ini tidak pernah ada yang mempermasalahkan itu. Semua menerima itu, kemudian tetap menjalankan ibadah haji dan umrah. Padahal saat ke Mekkah daruratnya tidak sama seperti kedaruratan di masa pandemi ini.
Editor: Ihya Ulumuddin