Mengulik Sejarah Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo, Pencetak Ulama NU
Pesantren dalam perkembangannya ( 1956 ) semula dengan nama" Ma'hadul Mustarsyidin " dan pada tahun 1978 nama itu ditambahkan dengan kata " Al-Khoziny " yang dalam bahasa indonesia diartikan Lembaga Pesantren Al-Khoziny dengan seperti ciri-ciri pondok pesantren pada umumnya.
Dalam perkembangannnya dengan tetap memegang ciri khas sebagai pondok salafi , pondok pesantren ini dengan bimbingan K.H Abdul Mujib Abbas berupaya mengklasifikasikan pendidikan santri menjadi pendidikan formal yang berbentuk sekolah ( Madrasah ).
Pada mulanya berbentuk Diniyah yang seluruh meteri pelajarannya hanya pendidikan agama saja ( Kitab salaf ) namun dengan perkembangan pendidikan di indonesia dan kebutuhan disekitarnya K.H Abdul Mujib Abbas memasukan pendidikan formal tersebut kedalam Pendidikan Pesantren dengan Membangun Pendidikan formal antara lain :
1. 1964 membuat Sekolah Menengah pertama Islam ( SMPI ) yang pada th 1970 dirubah menjadi Madrasah Tsanawiyah Al-khoziny
2. 1970 Membuat Sekolah Menengah Atas Islam ( SMAI ) yang juga dirubah menjadi Madrasah Aliyah Al-khoziny
3. 1971 Membuat Sekolah Persiapan A & Persiapan B yang selanjutnya dirubah menjadi Madrasah Ibtida'iyah Al-Khoziny
4. Th 1982 Mendirikan Sekolah Tinggi Diniyah yang kemudian Pada th 1993 diformalkan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam ( STAI ) dan Sekolah Tinggi Ilmu
Alqur'an ( STIQ ) yang sekarang berubah menjadi Institut Agama Islam ( IAI ) Al-Khoziny
Mangkatnya Sang Pejuang Ilmu
Kecintaan K.H Abdul Mujib Abbas terhadap ilmu memang luar biasa, setelah dirawat karena sakit di rumah sakit Graha Amerta Surabaya, semangat Kiai Mujib terhadap ilmu malah makin kuat, padahal waktu itu beliau menjalani rawat jalan. Dalam kondisi yang lemah, Kiai Mujib tetap menjaga istiqamah membaca kitab walau pengajian dipindah ke ndalem beliau, saking semangatnya beliau sering lupa waktu ketika balah kitab, melebihi batas waktu pada waktu sehat beliau.
Kiai Mujib juga tidak pernah lelah untuk terus belajar. Saat penglihatan menurun, beliau menyuruh santrinya untuk membelikan kitab Shahih Bukhori dengan tulisan jumbo. Beliau juga ketika muthala’ah sering menyuruh santrinya untuk membacakan kitab yang didengarkan beliau. Ketekunan mendalami ilmu membuat kondisi tubuh beliau melemah, Kiai Mujib kembali dirawat di Graha Amerta untuk ke dua kalinya. Setelah 15 hari dirawat, beliau pun kembali ke hadirat Yang Maha Kuasa pada puku 11:45 tanggal 5 Oktober 2010 / 26 Syawal 1431 H. dalam usia 77 tahun 11 bulan 25 hari.
Program pendidikan mencakup pengajian kitab kuning, madrasah (MI, MTs, MA), dan tarekat spiritual. Santri diajarkan kemandirian melalui kegiatan ekonomi seperti pertanian, sambil menekankan akhlak mulia. Saat ini, pesantren menampung ratusan santri putra dan putri, dengan fokus pada moderasi beragama dan keterampilan modern.
Editor: Kastolani Marzuki