Kisah Pesta Srada, Perayaan Mengenang Gayatri di Masa Hayam Wuruk Berkuasa

SURABAYA, iNews.id - Kisah pesta srada, perayaan mengenang Gayatri di masa Hayam Wuruk patut diulas. Pesta ini digelar sebagai bentuk penghormatan kepada sosok Gayatri yang telah berjasa besar bagi kemajuan Kerajaan Majapahit.
Ya, Gayatri merupakan sosok penting di balik perkembangan Kerajaan Majapahit. Apalagi, dia juga merupakan istri dari pendiri Kerajaan Majapahit Raden Wijaya. Maka wajar bila ketika meninggal, Hayam Wuruk sampai mengadakan perayaan spesial.
Pesta srada, nama pestanya memang tidak diuraikan secara detail di Kakawin Pararaton. Pada Pararaton Pesta Srada hanya dijelaskan dalam satu baris saja. Beritanya terlalu singkat dan hanya menyebut bahwa prabu Hayam Wuruk pada tahun Saka 1284 mengadakan pesta srada.
Pesta srada dalam Nagarakretagama diuraikan panjang lebar, dari pupuh 63 sampai 67 sebagaimana dikutip dari "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit" dari Prof Slamet Muljana. Dari uraian itu, dapat diketahui dengan jelas bagaimana jalannya pesta srada itu dalam kerajaan Majapahit.
Pada tahun Saka 1284 bulan Badra, pesta srada itu diadakan untuk memperingati wafatnya sri Rajapatni atas perintah Rani Tribuwanawijayattunggadewi, oleh prabu Hayam Wuruk.
Selaku Patih Amangkubumi, Gajah Mada menyampaikan pesan kepada para menteri dan punggawa, supaya mereka turut menyumbang untuk pelaksanaan pesta srada yang akan diadakan pada tahun Saka 1284 bulan Badra.
Seruan itu mendapat sambutan baik dari para menteri dan punggawa. Semua pelukis giat menghias takhta, tempat baginda duduk di setinggil. Para pandai sibuk mengetam baki makanan, bokor-bokoran, dan arca. Ketika saatnya telah tiba, tempat telah teratur sangat rapi.
Balai witana di manguntur telah dihias sangat indah. Bagian barat terhias dengan janur merumbai. Itulah tempat duduk para raja. Bagian utara dan timur adalah tempat duduk para menteri, istri menteri, pujangga dan pendeta, sedangkan bagian selatan adalah tempat duduk para abdi dalem keraton.
Baginda Raja Hayam Wuruk duduk di balai witana di tengah manguntur. Upacara dimulai pada hari yang pertama dengan pemujaan Budha. Upacara itu dipimpin oleh seorang pendeta Stapaka dan dibantu oleh empu dari Paruh. Semua pendeta berdiri dalam lingkaran untuk menyaksikan pemujaan Budha oleh baginda.
Upacara itu dipimpin oleh seorang pendeta Stapaka dan dibantu oleh empu dari Paruh. Semua pendeta berdiri dalam lingkaran untuk menyaksikan pemujaan Budha oleh baginda. Mudra, mantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan.
Kemudian, menyusul doa untuk memanggil jiwa Rajapatni dari Budaloka yang ditampung dalam arca bunga. Pada malam berikutnya, dilakukan pemujaan kepada arca bunga yang telah berisi jiwa Rajapatni. Pemujaan itu dipimpin oleh seorang pendeta, dengan samadi dan puji-pujian.
Paginya, arca bunga dibawa keluar, disambut dengan bunyi tambur dan genderang. Arca bunga itu lalu didudukkan di atas singgasana setinggi orang berdiri. Pemujaannya dimulai oleh semua pendeta Budha, tua-muda, berduyun runtun sambil mengucapkan puji-pujian mendekati singgasana.
Di belakangnya menyusul para raja dan permaisurinya serta para putra dan putrinya. Mereka mendekati arca dan memberikan sembah. Kemudian, berikut patih Amangkubhumi Gajah Mada yang diikuti oleh semua patih di seluruh wilayah Majapahit.
Editor: Ihya Ulumuddin