Kisah Kiai Amin Musthofa, Gugur Ditembak Penjajah Usai Kumandangkan Azan

Kiai Amin juga dipercaya oleh ayahnya KH Musthofa menjadi pengasuh Ponpes Kranji yang saat ini dikenal dengan nama Tarbiyatut Tholabah.
Sebagai komandan tentara Hizbullah wilayah pantura yang meliputi Lamongan, Tuban, dan Gresik ia bersama ribuan santri berangkat ke Surabaya untuk menggempur penjajah, turut serta beberapa kiai dalam peperangan seperti KH Abdurrahman Syamsuri, Kiai Ridlwan Syarqowi (pendiri Pondok Modern Muhammadiyah Paciran), KH Anwar Mu’rot, KH Adnan Noer (Blimbing), KH Anshory (Brondong), KH Sa’dullah (Blimbing) dan beberapa kiai lainnya.
Dalam peperangan di Surabaya, kisah Kiai Amin cukup legendaris hingga sekarang yakni tidak mempan senjata maupun peluru. Dia juga dikabarkan tidak mati, meski dilempari bom.
Tapi beliau mengatakan, "Tidak mati karena bomnya meleset."
Sayangnya, Allah memanggil Kiai Amin di usia terbilang muda yakni 39 tahun. Kiai Amin gugur pada 10 November 1945 setelah tertangkap bersama enam anak buahnya.
Dia ditembak mati usai mengumandangkan adzan. Jenazahnya dimakamkan di Desa Dagan, Kecamatan Solokuro.
Meski demikian, namanya tetap dikenang sebagai seorang ulama pemberani yang gigih memperjuangkan bangsa dan Negara dari pejajah. Bahkan, tetap bisa dijumpai di salah satu sudut jalan di Kota Lamongan.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto