Kisah Kepala BIN Subandrio, Gertak Ansor Jatim dan PBNU gegara Konflik dengan PKI

JAKARTA, iNews.id - Kisah kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Subandrio sebelum peristiwa G30S PKI menarik diulas. Di masa itu, Subandrio pernah menggertak tokoh GP Ansor dan PBNU gegara terlibat konflik dengan orang-orang PKI di daerah
Kisah itu bermula saat orang-orang dari Pemuda Rakyat dan BTI PKI melakukan aksi sepihak merebut tanah dan bentrok dengan GP Ansor Jawa Timur. Konflik akibat kebijakan landreform itu meletus di wilayah Kediri dan Blitar.
Subandrio selaku Kepala BPI atau BIN memanggil pimpinan Ansor Kediri ke Jakarta. Di depan pimpinan Ansor dan PBNU Subandrio terang-terangan mengatakan Ansor tidak akan mampu melawan PKI karena PKI menguasai intelijen.
Dia justru meminta Ansor ikut menjaga ketenangan dan tidak terlalu agresif menghadapi PKI.
“Di bidang intelijen saudara-saudara kalah dengan PKI. Orang PKI tahu di mana saudara sekarang sedang berada. Bahkan tahu di mana Pak Idham Chalid (Ketua PBNU) dan tokoh-tokoh lainnya berada. Tetapi saudara dan tokoh NU tidak tahu di mana DN Aidit berada. Saudara harus mengerti hal ini,” kata Subandrio seperti dikutip dari buku Benturan NU PKI 1948-1965 (2013).
Namun, Ansor tidak gentar dengan gertakan Subandrio. Meski dikatakan PKI lebih menguasai intelijen, Ansor tetap akan melawan ketika orang-orang BTI dan Pemuda Rakyat hendak merebut tanah.
Ansor akan mempertahankan tanah milik orang-orang NU yang hendak dirampas orang-orang PKI. Bahkan, Ansor Jawa Timur dengan tegas menyatakan sampai kapan pun tidak akan membiarkan tanah direbut PKI.
Sementara orang-orang BTI di Kediri terus bergerak mematoki tanah milik rakyat yang dianggap melebihi batas. Celakanya, sejumlah tanah yang diklaim sepihak oleh BTI adalah milik para kiai.
Tidak sedikit tanah juga milik pengurus partai NU, PNI dan Masyumi. Keberanian berlebih para aktivis BTI PKI itu dipengaruhi adanya pimpinan PKI yang duduk di kementerian.
“Semangat PKI BTI dalam melakukan landreform ini semakin berkobar setelah salah seorang pimpinan PKI yaitu Njoto diangkat sebagai Menteri Urusan Landreform”.
Keberpihakan Subandrio terhadap PKI bukan terjadi pada saat itu saja. Jauh sebelumnya Subandrio yang juga menjabat wakil perdana menteri kerap membuat kebijakan yang menguntungkan PKI dan memojokkan lawannya, terutama Angkatan Darat.
Salah satunya informasi penemuan dokumen Gilchrist jelang G30S PKI yang di kemudian hari ternyata palsu. Penemuan yang disampaikan Subandrio secara politik menguntungkan PKI sekaligus memojokkan Angkatan Darat.
Subandrio juga menghembuskan isu Dewan Jenderal di mana PKI kemudian membentuk Dewan Revolusi guna mengganyang perwira tinggi AD yang tidak loyal kepada Soekarno atau Bung Karno.
Atas kebijakannya yang selalu berat sebelah itu, Subandrio dicap sebagai kader PKI meski dirinya pernah menyatakan sejak tahun 1940 sudah menjadi kader PSI (Partai Sosialis Indonesia).
Namun, tak lama setelah itu, karier politik Subandrio sebagai Kepala BPI berakhir pascaperistiwa G30S PKI. Pada 12 Maret 1966 PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang. Pada enam hari kemudian atau 18 Maret 1966, Subandrio bersama 12 menteri lain, ditangkap dan ditahan.
Editor: Ihya Ulumuddin