Kerajaan Sriwijaya, Pusat Perdagangan dan Pengajaran Agama Buddha

MALANG, iNews.id - Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar di Pulau Sumatra. Lokasinya yang strategis menjadi tujuan para pedagang internasional antarnegara.
Belum lagi kekayaan alam yang dimiliki menjadikan Sriwijaya, yang membuat kerajaan ini disegani di Nusantara.
Kekayaan melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya memperagakan pembelian kesetiaan dari vassal-vassalnya (daerah bawahan) di seluruh Asia Tenggara. Dengan memerankan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara.
Hal ini ditambah saat memperoleh restu, persetujuan dan perlindungan dari Kaisar China untuk bisa berjualan dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasai urat nadi pelayaran selat Tiongkok dan India.
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya juga menjadikan Sriwijaya mengendalikan dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, diketahui ada temuan berupa reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja, dikutip dari "Sriwijaya" dari Prof Slamet Muljana.
Hal ini terjadi karena Maharaja Dharmasetu pada abad ke-7, konon pernah melancarkan agresi ke kota-kota pantai di Indochina, disebabkan mulai ramainya Pelabuhan Champa sebelah timur Indochina dengan para pedagang.
Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri kemaharajaan Khmer memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada masa zaman yang sama.
Di masa penghabisan abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, diantaranya Tarumanegara dan Holing benar di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula Wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa di sana.
Letaknya yang strategis dari sisi perdagangan juga membuat Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pengajaran agama Buddha Vajrayana. Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Di antaranya pendeta dari Tiongkok I-tsing yang memeragakan lawatan ke Sumatra dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India pada tahun 671 dan 695.
Editor: Donald Karouw